
Oleh : Ruslan H. Husen
“Aku benar-benar jengkel dengan sikap orang tua yang selalu mengatur, tidak memberikan kepercayaan dan selalu meragukan kami”. Kata Irma kepada Aisyah, teman satu kampusnya.
“Ya, mungkin saja sikap itu ada hikmahnya!!”. Tangkis Aisyah.
Dua sahabat ini memang akrab. Mereka sering curhat dan menceritakan segala persoalan yang dihadapinya mulai dari masalah pribadi sampai masalah bersama.
“Apa ada hikmahnya, segala sesuatu mau di atur?, tidak boleh itu, tidak boleh ini, padahal saya bisa menentukan pilihan saya sendiri”. Kembali Irma kesal. “Saya tidak betah kalau begini terus, terasa seperti dalam penjara”. Sambung Irma.
Itulah di antara sikap orang tua selalu mengatur dan tidak mempercayai sepenuhnya apa yang dilakukan oleh anaknya. Selalu memikirkan keselamatan dan meragukan kemampuannya, walaupun nyatanya anak yang bersangkutan bisa melakukannya sendiri.
Sikap ketidak-percayaan itu nantinya menimbulkan sikap kurang percaya diri pada anak. Segala sesuatunya bisa bergantung pada orang tua. Lantas di mana letak kemandirian yang bisa mengembangkan potensi diri anak. Bagaimana ia bisa belajar dan merasa percaya terhadap yang ia lakukan.
Hal itu bukan hanya terjadi pada lingkungan itu, tetapi juga terjadi di lingkungan organisasi. Orang yang merasa senior selalu meragukan kepercayaan yuniornya, selalu merasa paling pintar dan pantas memberikan nasihat. Tidak ada kemandirian pengurus dalam menjalankan organisasi, semuanya ingin di campuri oleh senior. Entah itu ada kepentingan, yang jelas keterlibatan itu hanya pada konsep saja.
Dalam keberhasilan, nama-nama senior itu juga mencuat keatas, seolah-olah mereka sendiri yang berusaha, lantas para yunior yang menjadi tulang punggung kerja praktis tidak terekspos dengan seadanya, padahal tanpa yunior itu tidak akan di peroleh kesuksesan kerja.
Sebaliknya jika terjadi kerusakan atau terjadi masalah yang menimpa organisasi dari pihak tertentu, para senior itu entah lari kemana. Tidak jelas ide mereka yang dulu sering dikemukakan pada saat normal. Mereka telah pergi meninggalkan organisasi dengan mencari selamat diri sendiri dan kepentingannya. Atau mengatakan, ini terjadi akibat kesalahan para diri yunior, yang tidak memiliki hubungan dengan senior.
Sungguh sangat menyebalkan memikirkan itu semua, saat senang banyak yang mengaku ide adalah prestasinya, tapi saat susah semuanya pergi dan tidak mau membantu. Demikian pikir Irma.
% % % %
Kepercayaan kepada peserta didik, akan menimbulkan sikap optimis dan semangat dalam berusaha bagi peseta didik. Kesuksesan yang di raih akan menjadi barometer dalam melakukan prestasi selanjutnya. Tidak ada yang meragukan manusia mandiri dalam berfikir dan bertindak adalah ideal.
Tekanan dan ketidak percayaan akan melahirkan sikap pesimis pada yang bersangkutan. Semua perbuatan dilakukan dengan kaku dan selalu ragu akan hasil yang diperoleh. Selain itu jarang timbul kebanggaan pada hasil yang diperoleh, karena nantinya ada yang mengklaim sebagai keberhasilannya juga.
Dinamika hidup dahulu berbeda dengan sekarang. Sikap kepercayaan yang bertanggung jawab di berikan kepada anak atau orang tertentu agar ada kemandirian dan keleluasaan dalam bertindak. Pengekangan dan ketidak percayaan akan menimbulkan sikap ragu dan menghambat pemaksimalan potensi kemanusiaan.
Hendaknya anak atau peserta didik diberi keleluasaan dalam bertindak asal ada tanggungjawab. Biarkan ia berekspresi dan bergelut di alam. Nantinya akan banyak pengetahuan yang di ketemukan dalam kehidupannya itu. Pengetahuan ia dapat sendiri dari pengembangan diri.
Kemelut pendidikan hari ini, menganggap guru atau dosen adalah segala-galanya sumber ilmu. Sementara peserta didik hanya di posisikan kedalam orang yang mesti mengikuti kemauan guru, tentang apa yang ia katakan dan tugaskan. Pengkritisan dalam proses belajar itu, akan di anggap peserta didik yang tidak sopan dan sombong, dan tentu akan memperoleh cap tidak baik oleh guru. Peserta didik hanya di posisikan seperti botol kosong yang selalu harus di isi dan terus di isi. Peroblematika ini perlu dicermati. Kalau hanya berpatokan utama pada guru, maka otomotis kemampuan peserta didik tidak akan menyamai atau melebihi gurunya. Seperti kertas foto kopi tidak akan lebih baik kualitasnya dari yang asli.
Seharusnya peserta didik dan pendidik saling bekerja sama dalam pendalaman ilmu masing-masing. Pendidik hanya berposisi sebagai mitra dan pengarah bagi peserta didik. Kesulitan atau masalah dalam proses itu di selesaikan secara bersama. Jadi masing-masing berusaha dalam memecahkannya.
*******
Pagi Hari
Di Tomoli (Ampibabo)
Jumat, 19 Mei 2006.
Selasa, 10 Maret 2009
Tidak Percaya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar