
Oleh : Ruslan H. Husen
“Dingin juga mandi waktu pagi begini”, bisikku dalam hati saat berada dikamar mandi. Untung kehangatan air kran, mengurangi dinginnya kondisi tubuh.
Memang mandi pagi adalah hal yang amat susah bagi yang tidak biasa, seperti melakukan pekerjaan berat saja. Apalagi diikuti dengan sikap malas.
Dengan kata “malas”, saya teringat dengan Eman, dia pernah berkata, “malas itu adalah perilaku setan, jadi kalau malas mengendap dalam jiwa maka yakin itu adalah bisikan setan yang manusia tidak bisa berkembang dengan keadaan itu”.
Selesai mandi, bergegas menuju kekamar hendak berpakaian dan menuju ketempat aktifitas. Tetapi ternyata konsentrasiku dibuyarkan oleh dering HP-ku bertanda ada SMS yang masuk. Celana yang hendak kupakai kulepaskan dan meraih HP yang tergeletak dan membaca isi SMS itu.
Pesan singkat berkisar, “Ass.... maaf Akhi, hanya mau pastikan, apa betul Akhi punya niat baik?.... saya hanya ingin pastikan kebenarannya. Sebab tidak baik penyimpan hal seperti ini, apalagi kita adalah pengurus. Maafkan kelancanganku.Bls”. pesan itu berasal dari teman dekat kami dalam organisasi yang selama ini menghabiskan waktu luangku.
Dadaku berdesir, antara bingung dan sejuta rasa memuncak dalam dada, ada perasaan senang bercampur was-was, ditambah lagi dengan keinginan untuk balas SMS tertunda karena tidak adanya pulsa yang tersisa di Hpku. Kuputar pikiran, lantas SMS ke nomor teman untuk dikirimkan pulsa.
Pagi ini saya berencana menghadap walikota untuk men-cek proposal yang dijanji akan dicairkan pada bulan ini. Memang kami adalah aktivis yang keseharian banyak dihabiskan dalam kerja-kerja sosial, kendati-pun harus korban tidak aktif dalam perkuliahan dan kegiatan akademik serta berpisah dengan orang tua. Memang beginilah perjalanan seorang aktivis, tetapi saya yakin ini adalah proses pematangan diri membentuk pribadi utuh yang memiliki potensi kemanusiaan yakni potensi intelektual, spiritual dan emosional.
Demikian pula dengan masa depan yang cerah, semua orang pasti mengimpikan dan ingin meraihnya dengan segera. Bagi kami untuk mencapai masa depan seperti itu, terlebih dahulu ada pengasahan potensi kemanusiaan melalui kerja-kerja kelembagaan dan perluasan jaringan.
Lamunanku berhenti tentang tujuan aktifitasku selama ini, ketika Hpku kembali berdering bertanda ada pesan yang diterima. Ternyata informasi, bahwa Hpku telah terisi pulsa.
Aku kembali membaca SMS sebelumnya untuk memperjelas maksudnya agar membalas nyambung dan tidak salah maksud. Tetapi kembali HP bergetar bertanda ada pesan baru diterima. Seperti orang sibuk saja, belum selesai satu pesan dibalas sudah masuk pesan baru, kataku dalam hati.
Ternyata pesan yang baru masuk itu, berisi dari sumber yang sama berisi, “tolong segera dibalas, saya ingin masalah ini segera selesai dan ada jalan keluarnya”.
Inilah yang saya takutkan, dengan ini tertuduh lambat balas SMS. Tetapi saya itu orangnya, cepat merespon dengan persoalan balas-membalas, saya tidak ingin karena saya orang lalu menunggu dan terganggu. Yang saya inginkan adalah orang menjadi tenang dan senang karena kebiasanku.
Dengan segera kubalas pesan itu, “Wasl... Alhamdulillah, benar saya memilki niat baik itu, makanya dengan ini saya niat ta’aruf untuk saling mengenal, siapa saya dan siapa Ukhti”.
@@@
Cerita itu adalah hasil dari niat baikku selama ini untuk segera menikah. Menikah agar mencapai kesucian jiwa dan terhindar dari fitnah. Agar lebih konsetrasi beribadah, sebagai suatu syariat dalam agama ini.
Mungkin niatan ini salah untuk sebagian orang. Pernikahan dini adalah momok yang tidak wajar dalam masyarakat, sebab belum matang untuk menjalani aktifitas rumah tangga itu, termasuk mencari nafkah. Apalagi masih dalam suasana kuliah, masalahnya bisa semakin banyak.
Tetapi dengan keyakinan, masalah itu telah selesai dalam diriku, telah ada jawaban yang bisa mematahkan logika-logika masyarakat tentang dampak pernikahan dini, menikah dalam usia kuliah dan belum punya pekerjaan.
Memang menikah butuh persiapan matang, siap dari sisi fisik dan psikis. Kesiapan itu terbingkai dalam niatan suci untuk beribadah kepada Tuhan. Kesiapan itu menyangkut masalah kematangan intelektual, sosial-ekonomi, dan keluarga.
Pertama, kematangan intelektual. Menikah adalah prosesi suci kemanusiaan, dari sana rekayasa masa depan dapat diraih. Dengan potensi intelektual akan melahirkan manajemen untuk menyelesaikan masalah dan membangun proyeksi sukses masa depan. Masalah dalam rumah tangga pasti ada, tetapi masalah itu bukan untuk ditakuti tetapi untuk dihadapi, dengannya menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru. Dengan kematangan intelektual menikah akan memiliki arah jalan yang jelas yang tentunya tetap terbingkai dalam ranah ideologi.
Kedua, kematangan sosial-ekonomi. Menikah adalah dunia baru yang langsung bersinggungan dengan tatanan masyarakat, dari sana atmosfir masyarakat terbangun. Timbul interaksi antara individu satu dengan lainnya dalam masyarakat.
Disamping itu, biaya menghidupi pernikahan adalah bagian dari kematangan itu. Memang sisi ekonomi ini bukan satu-satunya kesuksesan menikah, tetapi bagian ekonomi ini juga akan menentukan kecepatan mencapai masa depan. Bukankah dengan kematangan ekonomi prosesi pernikahan akan lebih lancar, begitu pula dengan aktivitas setelahnya?. Disinilah dituntut kreativitas dalam menumbuhkan semangat kewirausahaan.
Ketika, kematangan keluarga. Dalam suasana pernikahan dini, apalagi belum punya pekerjaan dan masih kuliah, keluarga yang biasanya yang terlebih dahulu menentang. Kejadian ini karena tidak adanya pemahaman yang merata tentang orientasi masa depan yang ada.
Selasa, 10 Maret 2009
Ketegasan, Oh, Beraniku
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar