Selasa, 10 Maret 2009

Mengurus Skripsi


Oleh : Ruslan H. Husen

"Saya yakin dalam waktu satu minggu ini, proposal skripsiku ini akan selesai." Kataku mantap pada Iwan, teman satu kosku.
"Iya, mudah-mudahan saja. Tetapi sepertinya agak susah, kerana saya sudah membuktikan dan mengalami sendiri. Disana amat susah, berbelit-belit dan di sibukkan dengan prosedur administrasi birokrasi yang lama dan memakan energi banyak." Kata Iwan.
"Semoga denganku, kenyataan di persulit dengan prosedur birokrasi tidak terjadi. Tetapi kalau memang harus begitu akan ku jadikan sebagai sejarah hidup." Kataku yakin.

Saat ini, kami sudah berada di semester akhir perkuliahan dan sudah mulai konsentrasi pada penyusunan proposal skripsi, dengan harapan dapat di wisuda dan memperoleh gelar sarjana akhir bulan di tahun ini.
Dengan persiapan administrasi yang lengkap, berhubungan dengan pengajuan judul proposal ke ketua bagian di fakultas, aku terus menyakinkan diri akan menyelesaikan proposal dalam minggu ini.

Memang aku itu di kenal super sibuk, kurang waktu untuk persoalan akademik. Namun dalam beberapa hari ini, kesibukan organisasi ektra kampus saya tinggalkan dan konsentrasi pada kegiatan dan kewajiban akademik sebagaimana harapan orang tuan untuk cepat selesai dan kerja.

* * *
Waktu mendekati saat sholat zuhur. Tetapi yang di tunggu yaitu ketua bagian fakultas tidak juga kunjung tiba. Untuk mengurangi kekecewaan dalam hati, ku-dekati teman dengan berbincang-bincang persoalan-persoalan yang menyenangkan, yang membuatku melupakan sesaat kekecewaan di hati.

"Sepertinya ketua bagian fakultas tidak naik hari ini." Tebak diriku dalam hati.
Setelah lama menunggu, aku berkeinginan untuk pulang, apalagi kondisi pengajaran itu, tempat para tenaga edukasi berkumpul sudah mulai sunyi, dari tadi beberapa pegawai dan dosen sudah pulang.
Akhirnya ku-putuskan untuk pulang, dengan besok datang lagu untuk keperrluan yang sama.

Keesokan harinya. Kenyataan itu terjadi lagi. Ketua bagian fakultas juga tidak kunjung datang, kali ini bukan hanya saya sendiri yang ingin bertemu dengan ketua bagian fakultas itu, tetapi beberapa orang teman juga mempunyai keperluan yang sama.
Kekecewaan kembali terjadi pada kami dengan tidak bertemu dengan ketua bagian fakultas. Tapi hanya ini yang bisa kami lakukan, tidak bisa mengadu dan memberontak kepada ketua bagian yang lain atau ke dosen-dosen yang lain. Hanya ketua bagian fakuktas itulah yang memiliki wewenang untuk mensahkan judul proposal yang kami usulkan ini.

Akhirnya kami putuskan untuk mendatangi rumah kediaman ketua bagian fakultas itu. Dengan harapan di sana dapat ketemu dan semua urusan ini dapat segara selesai. Namun kenyataan buruk kembali terulang kepada kami. Yang dicari juga tidak kunjung ada. Kata Isterinya, ia lagi berada di luar kota untuk urusan keluarga.

* * *
Kenyataan itu hanya gambaran kecil, dari proses prosedur yang melelahkan dan kurangnya komitmen para pelayan masyarakat (publik service) dalam menjalankan kewajibannya.

Para pelayan masyarakat, telah di gaji untuk bekerja dan melakukan pelayanan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sementara masyarakat telah di pungut pajak dan retribusi untuk di gunakan membiayai pembangunan.

Begitu pula dengan kesadaran tenaga edukasi di kampus ini, sudah di anggkat menjadi dosen dengan terima gaji perbulan di tuntut untuk mengajar mahasiswa sesuai dengan jadwal. Tetapi kesadaran itu juga tidak kunjung datang. Yang ada hanya menelantarkan mahasiswa, seakan tidak memiliki beban moral untuk melaksanakan kewajiban.
Padahal mahasiswa sudah membayar uang SPP dan biaya-biaya pungutan lainnya, dengan harapan dapat menjadi mahasiswa dan sarjana yang memiliki kualitas intelektual memadai.

Persoalan mahasiswa tidak masuk belajar karena tidak ada dosen, sudah menjadi hal yang lumrah di fakultas ini. Sehingga wajar saja kalau kebutuhan tenaga kerja dari kampus ini minim dengan melihat kualitas sumber daya manusia yang di keluarkan.

* * *
Ketegasan dari pimpinan fakultas mencermati keadaaan ini harus ada. Dengan berani mengeluarkan kebijakan yang menegur dan memecat para bawahannya yang tidak bekerja dan hanya memakan "Gaji Buta". Sebab hal itu sudah menjadi kewajiban sebagaimana yang diatur dalam peraturan yang berlaku (UU kepegawaian).

Memang tidak mudah memberhentikan tenaga edukasi yang telah di angkat atas nama negara. Tetapi proses dan penegakan aturan harus tetap jalan dengan meninggalkan anasir-anasir subyektifitas atas pertimbangan kekeluargaan dan sahabat. Yang selanjutnya di isi oleh tenaga bantuan (honorer) yang memiliki komitmen tinggi mengabdi sesuai dengan kewajibannya.

Sebab untuk apa lagi di pertahankan tenaga edukasi yang tidak pernah naik kampus, apalagi mengajar di kelas. Sehingga perlu di ganti dengan tenaga baru yang lebih aktif dan inofatif. Dari situ nantinya dapat lahir para sarjana-sarjana mudah yang memiliki keprofesionalan di bidangnya. Agar kampus ini dapat keluar dari motos yang melingkupinya (mengeluarkan alumini tidak berkualitas).

Semoga ada kesadaran pada diri tenaga edukasi di fakultas ini untuk menjalankan kewajibannya. Dan mahasiswa harus memiliki semangat baru dalam mencari ilmu di mana-pun berada, baik di dalam kampus maupun kegiatan ekstra kampus. Semoga.

* * *
Suasana di Pengajaran
Fakultas Hukum Untad
Jumat, 16 Juni 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar