Selasa, 10 Maret 2009

Pembebasan Ust. Abu Bakar Ba’asyir


Oleh : Ruslan H. Husen

Selesai makan malam, kami biasanya menonton TV secara bersama. Namun, saat ini hanya ada Ibu yang menemaniku menonton. Sementara Ayah istirahat di depan rumah, dan adik-ku sedang asyik main game di komputer.

“Kelihatan keluargaku ini agak resah, mungkin dengan kepergian-ku nanti esok ke kota.” Demikian pikirku.

Memang esok siang, saya berniat pergi ke kota untuk meneruskan studi. Waktu libur ini di gunakan untuk berkunjung ke kampung halaman, sambil melepas rindu ke keluarga.
“Apakah betul, kepergianku esok yang membuat mereka itu gelisah?.” Tanyaku dalam hati.

Hal ini memang jarang terjadi, sebab biasanya habis makan malam kami semua menyempatkan diri menonton secara bersama. Tetapi saat ini, semuanya sibuk dengan keinginannya masing-masing, bergelut dengan kesibukannya. Padahal acara TV cukup bagus saat itu.

Belum lagi keadaan Ibu ketika ku-sadari, serasa mengalami kegelisahaan. Sesekali terdengar mendenguskan napas panjang, sambil menggeliatkan tubuhnya.
“Pasti Ibu ada yang di pikirkan.” Tebak-ku dalam hati, karena melihat kegelisahaan itu.

Tetapi ketika ku-tanya, tentang kenapa Ibu gelisah, jawabnya hanya diam, seolah bergelut dengan sejuta perasaan. Sesekali ia memandangiku yang sedang duduk di sampingnya.

“Ibu, apa yang dipikirkan?. Apakah dengan menonton berita ini lantas berfikir lagi tentang keselamtan diri-ku?.” Tanyaku berusaha menebak.
“Iya!.” Jawab Ibu singkat.
“Tidak, Ibu saya tidak akan berbuat yang membahayakan diriku. Percayalah.” Kataku meyakinkan.
Yang ku nonton bersama Ibu saat itu adalah berita dari salah satu stasiun TV Nasional tentang pembebasan Ust. Abu Bakar Ba’asyir.

* * *
Sebelum pembebasan Ust Abu Bakar Ba’asyir, telah datang ratusan santrinya yang menginap di depan pintu gerbang Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, dengan tujuan untuk menjemputnya. Mereka semua kelihatan siap-siaga dengan segala kemungkinan yang mungkin saja terjadi.

Dalam perjalanan untuk menjemput itu, terjadi kecelakaan lalu lintas dengan menewaskan 3 orang santri penjemput dan melukai 5 lainnya. Tapi perjalanan terus berlanjut, sementara korban di pulangkan ke sekretariat Majelis Mujahidin Indonesia dan yang luka-luka di rawat di rumah sakit.

Ketika Sang Ust Keluar, pekikan “Allahu Akbar” terus menggema. Gema itu terus terdengar hingga mewarnakan suasan menjadi ladang jihad, seperti dalam arena perang, demi menyelamatkan seorang pimpinan yang di nanti.

Pengamanan demikian ketat terus dilakukan oleh santri, takut akan terjadi hal-hal yang tidak di inginkan akan terjadi pada diri Sang Ust. Kelihatan para santri Ust Abu Bakar ini memang terlatih dengan medan-medan pengamanan seperti saat itu.

Dalam perjalanan pulang, pengamanan terus saja di perketat. Keadaan ini, mungkin juga meringankan tugas Polisi. Kerja Polisi kini hanya di perempatan jalan yang akan di lalui oleh rombongan ini. Dengan cara menghentikan kendaraan lain dan memberikan kesempatan rombongan Ust Abu Bakar lewat.

Jarak jalan, antara Lembaga Pemasyarakatan Cipinang tempat Ust. Abu di tahan dengan Pondok Pesantren Ngruki Sukoharjo Solo sebagai tempat kediaman dan mengabdi Ust Abu Bakar memang agak jauh. Harus menempuh lebih dari setengah hari perjalan dengan menggunakan kendaraan bermotor.

Sementara itu Ust Abu Bakar ketika di tanya di sela-sela istirahat perjalanan pulang itu tentang apa yang akan di lakukannya setelah kembali nanti, dengan tegas ia mengatakan akan kembali berdakwah dan mengajar mengaji seperti kegiatannya dahulu.

* * *
Ust. Abu Bakar Ba’asyir di tahan di LP Cipinang selama 2 tahun 6 bulan dengan memperoleh remisi 4 ½ bulan, karena di vonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan terlibat serangkaian kegiatan terorisme yang terjadi di Kuta Bali yang menewaskan ratusan warga asing utamanya dari Australia dan Amerika Serikat.

Keterlibatan itu sebagai persetujuannya setelah Imam Samudera meminta restunya untuk melakukan tindakan pengeboman di Bali. Dengan persetujuan itulah yang menjadi dasar Ust Abu Bakar dikatakan terlibat, dengan mengetahui perbuatan jahat, tanpa maksud untuk mencegah.

Namun semua dakwaan itu di bantah habis-habisan oleh Ust Abu Bakar dengan mengatakan bahwa, ia telah di fitnah dan yang memiliki kepentingan di sini adalah musuh-musuh Islam yaitu Amerika Serikat dan Australia. Pihak-pihak itulah yang menginginkan dirinya di tahan demi kepentingan aset-aset dan niat busuknya di negara ini.

* * *
Lepas dari polemik itu, bahwa setiap orang yang bersalah di negeri ini harus di hukum setelah ada putusan tetap dari pengadilan yang berwenang memutusnya, seseorang tidak dapat di katakan bersalah jika belum ada putusan pengadilan yang sah (asas praduga tak bersalah). Serta tidak ada orang yang dapat di hukum ketika perbuatannya itu tidak di atur dalam hukum positif (asas legalitas).

Asas-asas hukum itu terus berlaku di negara ini. Asas itulah yang menjadi dasar bergeraknya hukum dan berjalannya proses pengadilan. Menuntut setiap pihak yang tidak puas atas suatu kenyataan hukum dapat melakukan upaya hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Intervensi pihak-pihak asing dalam proses peradilan memang tidak di benarkan. Apalagi demi tujuan tertentu dalam menyelamatkan kepentingannya. Setidaknya setiap proses peradilan di sesuaikan dengan hukum positif yang berlaku, dengan meninggalkan anasir subyektifitas. Sebab yang di cari dalam hal itu adalah kebenaran materil yang obyektif sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Hubungan hukum dan politik di negeri ini memang begitu kental. Sebab hukum belum menjadi panglima atas suatu peristiwa hukum. Kenyataannya kekuatan politik lebih mendominasi segala bidang. Contohnya keputusan hukum masih bisa di intervensi oleh kekuatan-kekuatan politik.

Kalau kenyataannya demikian, maka hilanglah wibawa hukum. Tidak akan di peroleh keadilan, yang ada hanya ketelenjangan hukum yang di bungkus dengan sandiwara yang memperdayakan dan menipu. Proses pengadilan itu hanya menjadi sandiwara yang telah di setting dan di ketahui alur cerita serta putusan akhirnya.

Dalam memperoleh keadilan yang sebenarnya, institusi penegak hukum dan perangkat pendukung hukum lainnya sebagai salah satu instrumen sistem hukum, harus bersifat independen. Dengan berani menegakkan hukum, dengan berbagai resiko yang dapat di tanggung.

Komitmen itu juga harus di ikuti dengan peraturan perundang-undangan yang mendukung tindakan para penegak hukum, agar tidak terjadi kekosongan hukum atas suatu peristiwa. Undang-undang yang di buat itu, hendaknya tetap mencerminkan nilai-nilai luhur budaya masyarakat pada akar rumput. Artinya tidak ada pertentangan antara undang-undang yang di buat dengan tata nilai kehidupan masyarakat.

Olehnya kesadaran hukum masyarakat yang lebih utama, untuk menentukan efektiif dan tidak berlakunya suatu perundang-undangan. Dengan kesadaran masyarakat atas suasana tertib dan aman, maka hukum telah memenuhi tingkatan ideal dalam mengatur dan mengontrol masyarakat. Tetapi, sebaliknya jika hukum tidak di taati masyarakat, maka akan terjadi kekacauan dan kerusakan dengan pelanggaran hak-hak yang seenaknya saja.
Dengan semakin meningkatnya perkembangan zaman, menjadikan kejahatan juga di lakukan dengan menggunakan berbagai alat tekhnologi. olehnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung dalam upaya penegakan hukum harus tetap tersedia, dalam mengimbangi penyebarluasan kejahatan sekaligus upaya pencegahannya.

Dari faktor pendukung upaya penegakan hukum itu, harus di lakukan secara seimbang dan bersama, sebab kesemuanya merupakan sistem hukum yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Yang apabila salah satu instrumen tidak terpenuhi maka tujuan hukum untuk keadilan dan ketertiban tidak akan terpenuhi secara maksimal.

* * *
Dalam Semangat
Di Tomoli (Ampibabo)
Rabu, 14 Juli 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar