
Oleh : Ruslan H. Husen
“Sebaiknya antena TV ini distel, agar siarannya dapat lebih banyak lagi seperti dulu lagi, kan sekarang tinggal empat stasiun sedangkan dulu ada dua belas stasiun”. Kata Arman mengeluarkan ide.
“Memang Kakak, bisa menyetel entena itu??”. Kata Lisa adik arman.
“Ya, di coba-kan tidak ada salahnya. Siapa tahu malah beruntung dan bagus seperti dulu lagi, kana malah asyik nontonya”. Arman menumbuhkan harapan.
“Iya kalau beruntung, tapi kalau tidak berutung-kan malah menderita”. Timbal Lisa pesimis.
Arman memang di kenal anak yang pintar, banyak saja akalnya dalam menyelesaikan suatu masalah. Keberanian dan semangat menjadi senjata utamanya. Termasuk dalam memperbaiki stasiun TV ini yang sudah rusak beberapa bulan ini. Arman juga memberanikan diri berdasarkan perintah dari orang tuanya, yang ingin Arman mengusakan agar TV diperbaiki.
“Man, ambil kunci-kunci dan kunci Tang di kotak, dan bawa kemari”. Kata Ayah Arman, memanggil.
“Iya, Ayah”. Jawab Arman, sambil bergegas mencari dan membawakan kunci kepada Ayahnya yang telah menunggu di dekat antena TV.
Keluarga ini-pun mulai melakukan penyetelan dengan di pimpin oleh Arman. Sesekali juga ayah Arman menjadi pimpinan, karena memang dia yang paling tua dan dalam bayangannya dia yang paling tahu ilmu dasarnya sesuatu.
Proses perbaikan terus berlanjut dengan di bantu Lisa. Lisa berperan sebagai pelihat gambar di TV, sementara Arman dan Ayahnya sebagai penyetel antena TV yang berada di luar rumah. Sesekali muncul gambar yang sebelumnya memang ada.
Prosesnya terus berjalan. Sesekali Lisa berteriak, “Belum ada gambar”. Ketika Arman atau Ayahnya menanyakan, apakah sudah ada gambarnya.
Hari semakin terik, entah sudah berapa lama mereka mengerjakan antena itu, memutar-mutarnya, menundukkan atau mengangkat, tapi tidak juga memperoleh hasil yang di harapkan. Keringat mengucur dari pelipis dan dahi Arman, yang juga membasahi lengan dan bajunya. Hingga Arman dan ayahnya sudah mulai lelah dan bosan, tetapi stasiun yang di inginkan gambarnya tidak juga kunjung datang. Malahan, gambar stasiun yang dulunya ada, kini juga ikut-ikutan hilang. Jadilah TV tanpa gambar, yang ada hanya hitam sinar listrik di dalamnya.
“Ah. Susah juga ya, menyetel TV ini”. Keluh Ayah Arman.
“Di usahakan lagi, biar hanya muncul empat stasiun sebelumnya”. Tambah Arman.
“Iya, dari pada begini, tidak ada yang bisa ditonton. Mendingan tidak distel tadi”. Timpal Lisa.
Akhirnya dengan susah payah mereka menyetel kembali antena TV itu. Stelannya cukup rumit, harus dilakukan dengan hati-hati dan perasaan tenang. Terdengar dering besi bergesek dengan besi dalam proses penyetelan.
Penyetelan terus berlangsung. “Ya sudah. Sudah ada muncul satu stasiun. Tahan”. Teriak Lisa dari dalam rumah.
Penyetelan terus berlangsung, dengan hati-hati, “Kembali, ayo kembali, gambar sebelumnya hilang lagi”. Kembali teriak Lisa.
Memang agak susah menyetel antena TV ini. Hingga Ayah Arman sudah menyerah dan pergi menjauh tidak mau terlibat lagi, sudah muncul rasa putua asa pada dirinya. Tinggal-lah kini Arman berjuang mengembalikan stasiun TV yang hilang. Dalam harapnya, biar hanya empat stasiun TV sebelumnya saja yang berhasil ditemukan sudah cukup senang.
Ini akibat keberaniannya juga meng-iyakan ajakan ayahnya melakukan penyetelan. Seandainya tadi ia tidak mau maka jelas hasilnya tidak seperti ini. Tapi semuanya sudah terlanjur, sekarang yang terpenting adalah mengembalikan stasiun yang telah hilang. Pikir Arman yang tidak menentu dalam memutar dan mengarahkan antena TV itu.
Walhasil mereka tidak juga berhasi menemukan stasiun TV yang di inginkan, kini tinggal satu saja yang berhasil, sisanya hilang. Semua-nya sudah pasrah dan tidak tau harus berbuat apalagi.
“Yah, sudah nanti kita panggil saja orang yang pintar untuk memperbaikinya lagi. Keluar uang sedikit sebagai tanda jasa tidak apa-apa”. Kata Arman menutup.
Sepanjang siang mereka hanya menonton satu stasiun TV saja, sisanya hanya gambar warna hitam tanpa gambar dan suara. Penyesalan dalam hati menyelimuti perasaan, tapi semuanya sudah terjadi, tinggal sekarang menghadapi masalah kedepan. Jadikan ini sebagai pelajaran saja untuk tidak merasa pintar atas suatu masalah. Berikan penyelesaian persoalan pada yang ahli.
& & & &
Manusia selalu berharap apa yang dilakukannya akan memperoleh hasil yang maksimal. Keberanian menjadi senjata dan modal utama guna menyelesaikan permasalahan. Potensi kemanusiaan hendaknya selalu di bina dan di asa dalam menyelesaikan problem kehidupan. Melalui berbagai medium yang menjanjikan ilmu pengetahuan.
Suatu persoalan, memang sepantasnya di berikan kepada orang yang menguasai ilmunya. Kerusakan dan kekacauan bisa terjadi bila persoalan di beri kepada yang bukan ahli. Itulah dinamika kehidupan, yang masing-masing individu selalu membutuhkan manusia lain. Tidak ada insan dapat hidup dengan normal tanpa bantuan manusia lain. Manusia akan terpenuhi kebutuhannya dengan bantuan dari lingkungan dan orang lain.
Olehnya, untuk bertahan dan mempunyai daya jual kedepan, orang-orang harus memiliki potensi yang dapat di manfaatkan. Artinya, ada keahlian yang ia miliki sementara hal itu langkah dan orang lain membutuhkannya. Insan seperti inilah yang dapat bertahan. Kenapa sebagian saja orang yang bekerja di parleman atau birokrasi pemeritah, karena memang dia memiliki kemampuan dan potensi bekerja di sana. Orang-orang yang tidak memiliki kemampuan akan tersisih dan harus menerima strata sosial yang di bawahnya.
Gambaran ini bukan bermaksud menimbulkan tingkatan stara sosial yang dapat mengarah pada kesenjangan sosial, tetapi minimal ini bisa menjadi tolak ukur dalam menumbuhkan potensi intelektual, emosional dan spiritual sebagai potensi yang dibutuhkan untuk manusia yang bertahan di masa depan. Ini akan menjadi spirit dalam mengasah potensi itu.
Pendayagunaan dan peningkatan profesionalisme lembaga pendidikan agar memiliki visi dan strategi pendidikan yang memanusiakan, yang jauh dari kesan premanisme dan mengekang kebebasan dan daya imajinasi potensi peserta didik. Serta reorientasi pemikiran dengan menempatkan lembaga pendidikan formal satu-satunya yang dapat menumbukan potensi itu, karena masih banyak lembaga non formal lainnya yang bisa di gunakan sebagai medium itu.
Proses pengekangan potensi kemanusiaan dalam menjawab dan memenuhi tantangan zaman, akan menjadikan manusia itu ketinggalan dan tergilas oleh zaman. Ideologi sebagai satu-satunya pengarah daya pikir dan hukum dasar manusia bersikap, hendaknya di maknai sebagai pendobrak kebekuan masyarakat yang stagnan dan jumud. Jadi ideologi di pahami secara total dan menjadikan sebagai rel perjalan hidup di setiap saat.
Pengarahan bahwa realitas keduniaan dapat menghilangkan tujuan dan makna hidup yang sebenarnya akibat pengaruh dari luar dirinya, merupakan bentuk kemunafikan. Lihatlah, katanya ia tidak membutuhkan dunia dengan segala aspeknya, sementara dia masih membutuhkan perumahan dan pakaian bahkan alat komunikasi dalam menghubungi rekan-rekannya. Sementara sarana itu bukan di peroleh dari dalam dirinya, melainkan pengaruh dari luar dan ia menggunakannya.
Memang manusia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan zaman, tetapi hendaknya perkembangan itu tetap di kontrol dan diarahkan kepada peradaban yang memanusiakan. Tidak ada sikap pasif pada diri, dan selalu terlibat aktif dan berperan sebagai pemain. Apabila tidak melakukan perlawanan dan menjauhkan diri seakan tidak mengakui realitas itu, maka kita sama halnya dengan keadaan yang jelek dalam hayalan dan angan-angan itu.
Pengerahan potensi dan sumber daya guna menjawab tuntunan zaman memang di butuhkan, selain itu juga penyadaran secara internal dalam diri dan kehidupan menjadi sesuatu yang tetap urgen. Penyiapan diri sejak dini dengan mempelajari tanda-tanda di alam dengan melakukan pengkajian dan pendalaman keilmuan adalah yang terbaik. Dengan tidak bangkit menjadi ummat yang merasa pintar dan serba tahu, tetapi sebenarnya tidak tahu sama sekali, hanya propaganda di tumbuhkan dalam menutupi kekurangan dan terbatasan diri. Maka bersiaplah menyambut zaman dengan berbekal potensi kemanusiaan yakni kekuatan intelektual, emosional dan spiritual agar tidak dipedaya dengan tipuan hidup.
*******
Di pertengahan siang
Tomoli (Ampibabo)
Pertengahan 18 Mei 2006.
Selasa, 10 Maret 2009
Menjadi Orang Pintar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar