Selasa, 10 Maret 2009

Persoalan Tiga Sekawan


Oleh : Ruslan H. Husen

Suasana di warung Mbak Iyam nampak sepi sore itu. Pembeli hanya datang satu-dua orang, padahal biasanya pembeli selalu antri. Maklum di desa ini warung inilah menyediakan barang-barang kebutuhan secara lengkap. Selain itu harga barangnya juga relatif murah.

Dari arah jalan raya, sebuah mobil panther silver di parkir, nampak sopirnya keluar dari mobil dan menuju ke warung Mbak Iyam. Sopir itu tidak asing lagi di mata Mbak Iyam, ia adalah seorang wanita dengan tubuh tinggi cantik dan mulus namanya Gita. Wanita itu di kenal sebagai teman kuliah anaknya, Gunawan di kota.

Pada musim libur seperti ini, mereka menyempatkan diri pulang kampung dan mengunjungi sanak keluarga dan handai-tolan. Gunawan-pun sudah seminggu di sini dan rencananya minggu depan baru balik lagi ke kota.

“Gunawan ada Mbak?.” Tanya Gita setelah sampai di depan warung.
Dengan agak sedikit bingung, Mbak Iyam menjawab, “Tidak ada Non, Gunawan tadi ada keluar sama temannnya.”
“Keluar kemana Mbak?.” Tanya Gita kembali, setelah diam sejenak.
“Saya kurang tahu dia keluar kemana tadi!.”
Sesaat suasana hening. Terdengar riuk bunyi pohon dan ranting tertiup angin.
“Kalau begitu saya mau permisi dulu.” Kata Gita sambil berbalik.
“Ada pesan Non, kalau Gunawannya udah datang.”
“Iya ada, tolong katakan, saya mau minta maaf atas kejadian tempo dulu itu?.”

Gita-pun berlalu dengan mobil panther silvernya. Tinggal Mbak Iyam sendiri disertai perasaan tidak menentunya. Dalam hatinya ia terus bertanya-tanya kenapa Gunawan tidak mau menemui Gita, padahal ia ada di belakang bersama adiknya, Fahri.

“Ada persoalan apa sebenarnya. Apakah ini masuk dalam masalah anak muda?.” Tanya Mbak Iyam dalam hati.

Menurutnya pula, Gita itu gadis yang baik, kaya dan cantik. Semua pemuda di kampung ini pasti berharap akan meminang si-Gita. Mereka selalu membuat ulah agar mendapat simpati dari Gita. Tetapi mengapa anaknya malah menjauh. Mbak Iyam juga berhayal jika suatu saat nanti Gita menjadi anak mantunya. “Oh, sungguh sangat senangnya”.
Didorong oleh rasa ingin tahunya Mbak Iyam lantas menuju kebelakang, menemui Gunawan yang lagi asyik memotong-motong kayu bakar.

“Gunawan, itu tadi Gita datang cari kamu?. Kenapa sih kamu tidak mau menemui dia?. Tanya Mbak Iyam pada anaknya.
“Dia habis bentrok tadi malam Mak.” Celoteh Fahri.
“Ah, tidak ah.” Timpal Gunawan.
“Lalu kenapa kamu tidak mau temui dia?.” Kembali tanya Mbak Iyam.
“Ada masalah anak muda Mak, si-Gunawan lagi sakit hati sama Gita.” Kata Fahri disertai tawa cekikikan.

Gunawan lantas melotokkan matanya pada adiknya, Fahri. Berharap jangan asal bicara di depan orang tua, apalagi ia tidak mengetahui duduk persoalan. Tapi Fahri seakan tidak mau tahu akan masalah yang di hadapi kakaknya, ia dengan enaknya saja berceloteh sambil terus tertawa.

Gunawan agak bingung juga dengan pertanyaan Emmaknya. Dalam pikirannya, apa ia harus berterus-terang tentang kejadiaan yang menimpanya. Soalnya ini menyangkut harga diri dia dan keluarganya. Ia menginginkan masalah ini tidak usah diungkit-ungkit lagi, biar dia saja yang mengetahuinya.

Selanjutnya terdengar dari depan rumah suara orang memanggil, nampaknya pembeli yang ingin berbelanja. Maka dengan itu, Gunawan untuk sementara terbebas dari beban menjawab pertanyaan, setelah Emmaknya menuju kedepan rumah.

* * *
Gita pulang dengan tangan kosong. Tangannya berada di setir mobil, matanya tajam memandang kedepan dan kakinya menginjak pedal rem. Tetapi pikiran ada pada kejadiaan yang baru saja ia alami. Ia merasa Gunawan masih marah, tadi ia ada di dalam rumah dan tidak mau menemuinya.

Di putuskan menuju kerumah Selfi terdahulu, salah seorang teman dekatnya yang juga satu Universitas di kota. Selfi termasuk orang yang mengetahui duduk persoalan kejadiaan ini.

Terkadang juga Gita berfikir tidak mau ambil pusing dengan kejadian yang menimpa dirinya dan Gunawan. Tetapi atas nama persahabatan yang telah berlangsung lama, ia menjadi tidak tega dan mau melupakan jasa-jasa Gunawan kepadanya. Lagi pula, persoalan itu hanya berupa salah paham, yang bisa di cari solusi terbaiknya, jika antara dirinya dengan Gunawan dapat duduk bersama.

“Atas masalah ini, hubunganku dengan Gunawan juga menjadi renggang. Dia sudah tidak mau lagi berbicara denganku, seakan kami tidak saling mengenal.” Keluh Selfi ketika Gita telah sampai di rumahnya.

“Menurutku, masalah ini hanya salah paham saja, dan semuanya akan selesai jika kita mampu menjelaskan maksud dan tujuan sebenaranya pada Gunawan.” Kata Gita.
“Iya, persoalannya kita mau berbicara dengan Gunawan tidak bisa, dia selalu saja menghindar.” Timpal Selfi.

* * *
Gunawan, Gita dan Selfi merupakan mahasiswa yang berasal dari kampung ini, yang kuliah di kota. Meraka di kenal cukup akrab, dan saling membantu. Ternyata keharmonisan hubungan mereka itu tidak berlangsung lama, setelah terjadi persoalan diantara mereka.

Awalnya, Gita berniat menyelesaikan tugas akhir studinya, dengan melakukan penelitian pada suku asli di daerah ini dengan objek keluarga Gunawan. Keluarga Gunawan masih merupakan kelompok suku asli yang terpinggirkan dengan adanya perkembangan zaman dan kedatangan penduduk dari daerah lain.

Yang menjadi rumusan permasalah penelitian Gita itu adalah, apa yang menyebabkan terpinggirkannya suku asli di daerah ini. Serta betulkah ada upaya intervensi dan pengusiran penduduk asli ke daerah pinggiran oleh penduduk pendatang di daerah ini.
Untuk menyampaikan maksudnya itu Gita meminta bantuan Selfi, teman kuliah yang satu kampung juga dengan dia dan Gunawan. Namun yang terjadi malah ketersinggungan Gunawan. Gunawan menganggap ia di remehkan dan dihina.

Atas persoalan ini, Gunawan menjadi sakit hati. Begitu pula dengan Gita, menjadi terhalang melakukan penelitian tugas akhir. Serta Selfi menjadikan hubungannya dengan Gunawan menjadi renggang.

Lalu siapa yang harus di salahkan dan bertanggung jawab. Serta bagaimana solusi terbaiknya agar cita-cita mereka dapat tercapai dan hubungannya menjadi baik kembali?. Tolong pembaca cerpen ini jawab dalam hati saja. OK.

* * *
Di Waktu Penantian
Kampung Halaman (Tomoli)
Selasa, 13 Juli 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar