Oleh : Ruslan H. Husen
“Enak juga jagung bakar ini”. Pikirku dalam hati. Sambil terus menikmati jagung bakar itu. Jagung yang memiliki tiga rasa, yakni manis, asin dan pedas. Hasil karya para pedagang kaki lima yang mangkal setiap harinya di pinggir pantai ini.
Sungguh nikmat makan jagung bakar, apalagi dalam suasana alam di sore itu. Angin bertiup dengan sesekali kencang meniup pakaian-pakain kami, tidak ada rasa gerah dalam diri. Sementara di ufuk timur, matahari tertutup awan tebal, menimbulkan sinarnya terhalang ke bumi. Air laut terus bernyanyi akibat tiupan angin yang tidak ada hentinya. Orang-orang-pun semakin banyak berdatangan, yang memang setiap sore hari di tempat ini banyak yang berdatangan.
“Kemana para pengamen cilik itu, ko sudah lama saya di sini mereka juga belum datang”. Kataku dalam hati. Di tempat ini memang sering banyak di gunakan para pengamen untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Selain tempatnya yang strategis juga ada pengunjung yang banyak, yang menjadikan ladang yang menjanjikan bagi para pengamen.
Inilah dinamika kehidupan, yang orang akan berbuat dan berusaha agar dapat bertahan hidup, berusaha melewati masa-masa sulit menuju kehidupan yang dicita-citakan akan kesenangan dan kebahagiaan.
“Ku punya teman, teman sepermainan,....”. Kata suara yang berasal dari belakangku, yang telah membuyarkan lamunanku. Lamunan akan dinamika kehidupan. Lagu itu begitu tidak asing lagi di telingaku, lagu yang di suarakan pengamen cilik.
Pengamen cilik yang kunanti itu terus menyanyi guna menyelesaikan lagu TTM yang di bawakannya. Setelah selesai lagu itu, aku berkata, “Bisa nyanyi lagu-lagu Islam?”. Sambil menatapnya.
“Lagu yang mana om?. Tanya pengamen cilik itu.
“Terserah saja, yang dihapal saja, saya siap dengarkan ko!”. Kataku, sambil membalikkan badaku.
“Lagunya Sulis saja om, Ya Tayyiba?, bisa?”. Tanya kembali.
“Bisa”. Kataku singkat sambil menganggutkan kepala.
Pengamen cilik itu-pun bernyayi guna menyanyikan lagunya Sulis, Ya Tayyiba. Suaranya menurutku cukup bagus, walaupun sesekali terdengar ada kesalahan dalam kata lagunya. Memang lagu ini adalah salah satu lagu kesukaanku, jadi agak saya hafal dan saya tahu kesalahan yang dilakukannya.
“Saya kelas tiga SD om”. Kata pengamen cilik itu, setelah selesai menyanyi dan kutanyakan sekolahnya, dia memang sering mangkal ditempat ini, biasanya ia datang sekitar jam lima sore dan baru mendekati waktu magrib akan pulang lagi kerumahnya untuk mandi, sholat dan mengaji. Setelah itu, akan kembali lagi ketempat ini dan nanti pulang sekitar jam sepuluh malam. Pendapatan yang biasanya di dapatkan mulai dari Rp. 7.000,- sampai Rp. 15.000,-sehari. Sangat lumayan untuk usia anak sepertinya.
Anak ini bagiku masih begitu lugu, dan sudah harus bergelut untuk mencari penghasilan sendiri, guna memenuhi kebutuhan hidup dan tambahan penghasilan. Sungguh sangat menyedihkan anak sekecil ini menghabiskan sebagian masa kecilnya, menjadi seorang pengamen, harus meminta dan selalu berharap kepada orang lain. Bukankan ada orang bijak pernah berkata, dunia anak itu adalah dunia yang unik yang harus dinikmati, yang harus di arahkan kepada rasa ingin tahu dan kecintaan kepada ilmu. Olehnya sedini mungkin anak sudah di biasakan belajar dan menanamkan sikap-sikap dasar produktif agar kelah menjadi orang yang berpengetahuan dan produktif. Kalau sudah dari kecil telah di biasakan menjadi generasi peminta-minya, bagaimana jika besar nanti?.
Tantangan ini memang sulit, tapi inilah kenyataan yang harus di hadapi. Kalau kita ingin menghasilkan generasi-generasi intelektual yang produktif, maka sedini mungkin sudah harus di tanamkan pada diri anak akan kecintaan pada ilmu pengetahuan. Ilmu yang sesungguhnya akan sangat bermanfaat dalam kehidupannya kelak. Apapun yang tertanam pada diri anak sejak dini, akan menjadi bahan hidupnya kedepan, karena referensi masa kecilnya akan menjadi patokan dan modal dasarnya.
Selalin itu, memang faktor utamanya adalah dukungan modal, dukungan sarana dan prasarana, kan kita belajar butuh buku, butuh alat-tulis begitu pula kalau ingin ke sekolah sangat membutuhkan pakaian seragam dan biaya sekolah serta transportasi. Dalam artian untuk pintar itu membutuhkan biaya. Sehingga jangan salahkan secara sepihak anak dibawah umur harus bekerja guna mencari tambahan penghasilan. Itu adalah pilihan yang mereka harus jalani dalam bertahan hidup.
Pemerintah dalam hal ini selaku penanggung jawab kesejahteraan rakyat, harus selalu mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada rakyat kecil, yang memperhatikan nasib mereka. Khusus untuk daerah di Palu maka pemerintah daerah harus mempunyai strategi tersendiri guna mendobrak kemunduran warganya. Strategi yang sesunguhnya di landaskan atas dasar rasa kemanusiaan kepada orang-orang yang lemah dan membutuhkan bantuan guna bisa produktif.
Selasa, 10 Maret 2009
Di Pinggir Pantai
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar