Oleh : Ruslan H. Husen
Dodi demikian nama panggilannya. Ia begitu menyukai nama itu, semua orang terdekat mengenalnya juga dengan sebutan nama tersebut. Ia tidak akan menoleh ketika ada orang yang memanggilnya dengan nama lain, sehingga muncul rasa kecil hatinya. Sementara orang sekitar juga bisa memahami kepribadiaan Dodi dan tidak berniat untuk membuat susah hatinya.
Pada waktu muda Dodi sempat menjadi pegawai honorer di salah satu Universitas terkemuka yang ada di kota. Dari sanalah ia sempat mengumpulkan uang untuk kemudian membangun rumah dan membeli beberapa hektar kebun coklat dan cengkeh. Semenjak lima tahun terakhir sepeninggal isterinya, curahan kasih sayang tertuju sepenuhnya pada satu-satunya anaknya. Anak yang selalu menunmbuhkan pengharapan dan asa.
Sang anak diberi nama Mamar. Ia terinspirasi menggunakan nama itu dengan melihat Rektor/ Pimpinan Universitas tempatnya bekerja dulu begitu sukses dalam hidup serta cerdas dalam mengambil kebijakan. Dodi memiliki harapan, agar anaknya kelak bisa seperti Rektor itu, bahkan kalau perlu lebih dari itu. Namun, nama Mamar diganti ketika anaknya berumur empat tahun, sebab Rektor yang menjadi idola ternyata seorang pembohong besar dengan melakukan korupsi terhadap sumbangan pihak ketiga untuk membangun fakultas-fakultas di Universitas itu. Dana itu kini telah hilang masuk kekantong pribadi Mamar. Dari situlah Dodi juga ikut mengganti nama anaknya secara tiba-tiba ketika memastikan kebenaran berita itu, menjadi Lukas, dengan alasan penggantian nama, jangan sampai anaknya nanti kena sial juga dari akibat menggunakan nama Mamar itu.
Belum lama menggunakan nama Lukas. Tersebar berita melalui media elektronik, tentang tokoh seorang teroris yang dicari-cari Polisi, yang juga bernama Lukas. Kontan, Doni merasa panas, jika ada yang menyebut aksi-aksi teroris Lukas dan anak buahnya diberbagai daerah-daerah dengan sasaran orang asing. Ia merasa orang-orang itu ingin meremehkan dan menghinanya dengan menyebut nama Lukas dihadapanya, sebab nama anaknya juga Lukas. Akhirnya Dodi-pun mengganti nama anaknya menjadi Sahar Budiman, setelah melalui pemikiran yang matang dengan bantuan paranormal guna meneropong masa depan sang pemilik nama.
Begitu pentingnya sebuah nama bagi Dodi memungkinkan dia melakukan ritual khusus berdasarkan petunjuk paranormal. Ia begitu berharap pemilik nama dapat menjadi orang terkenal yang disegani, karena kekayaan dan kedermawanan. Selang beberapa waktu, ia juga merasa tidak puas kalau nama anaknya hanya Sahar Budiman. Ia ingin menambah dibelakang nama anaknya ada titel akademik, dan itu baru logis kalau anaknya selesai menempuh pendidikan di bangku kuliah. Jadi orang-orang juga akan menyebut nama gelar itu ketika memanggil nama Sahar Budiman. Alangkah bangganya Dodi membayangkan hal demikian.
Dodi begitu yakin anaknya pasti akan menyelesaikan studi di bangku kuliah dengan baik. Ia melihat prestasi anaknya di bangku SMP sangat bisa dibanggakan, terbukti ia mampu bersaing dengan teman-temannya dan berada di atas peringkat lima besar. Setelah tamat SMP, Dodi menyekolahkan anaknya dikota agar anaknya dapat mengerti dan mempunyai pengalaman hidup dikota. SMA yang diincar-pun adalah SMA Vaforit/ SMA model. Tidak perduli harus mengeluarkan uang yang begitu banyak asal anaknya dapat sekolah di SMA itu.
Dodi begitu bangga menceritakan kelebihan anaknya pada tetangga-tetangganya. Tentang prestasi Sahar Budiman ketika SMP yang masuk dalam peringkat lima besar, dimasukkan ke SMA Vaforit di kota, yang ia yakini pasti dapat lulus dengan baik dan bersaing dengan anak-anak kota. Dodi berusaha keras untuk meyakinkan tetangganya tentang cita-cita kelak pasti akan tercapai. Tetangga Dodi, sebenarnya sudah bosan mendengar cerita-cerita itu, apalagi Dodi tidak menimbulkan topik pembicaraan yang baru, yang dicerita hanya tentang seputar Sahar Budiman terus. Tapi tetangga Dodi masih sanggup bersabar dan mereka juga mengenal dengan baik karakter dari Dodi.
Cita-cita Dodi untuk anaknya begitu tinggi. Ketika melihat ada orang sakit, ia lantas berkata, “Seandainya anakku sudah jadi dokter maka dia yang akan mengobati orang sakit itu. Tidak ada lagi penderitaan berkepanjangan seperti yang dialaminya sekarang”.
Begitu pula, apabila Dodi melihat jembatan dan jalanan yang rusak ia lantas berkata, “Seandainya anakku sudah menjadi seorang Insinyur, pasti dia yang akan membangun jembatan dan jalanan ini. Tidak ada lagi jalanan becek dikala hujan turun. Arus transportasi disini akan lancar jadinya, seperti didaerah lain”.
Semenjak Sahar Budiman bersekolah dikota, Dodi begitu yakin akan cita-citanya pasti akan menjadi kenyataan. Apalagi ketika anaknya mengirimkan hasil-hasil ujian semester kepadanya. Bertambah haru dan bahagialah hati Dodi. Ia juga tidak lupa menceritakan keberhasilan Sahar Budiman kepada tetangga-tetangganya. Begitu pula ketika Dodi melihat hasil ujian anaknya dan membaca suratnya disemester berikutnya, berlinanglah air mata Dodi. Akan kerinduan kepada anaknya, ingin lekas bertemu dan melihatnya menjadi seorang yang berhasil dalam hidup. Putaran waktu terasa lambat, terasa tidak sabar dirinya melalui waktu demi waktu.
Sebenarnya orang-orang tahu, termasuk tetangga sekitar tentang apa sebenarnya yang terjadi dikota pada Sahar Budiman bersama teman-teman SMA-nya. Maklum tetangga sekitar juga banyak memiliki keluarga dikota dan setiap ada waktu dan uang beberapa diantara mereka berkunjung kesanak keluarganya dikota atau keluarga dikota yang datang mengunjunginya. Dimata mereka Sahar Budiman telah menyia-nyiakan kepercayaan orang tuanya, menambah perih penantian yang dialami Dodi. Uang yang dikirimkan kepada Sahar, hanya ia gunakan untuk memuaskan nafsu dan mencari kesenangan belaka. Kehidupan hura-hura dan berfoya-foya menjadi kebiasaan, disamping adanya kebiasaan buruk yaitu kecanduan obat-obat terlarang atau norkoba dan minuman keras. Sahar memang pandai merekayasa agar orang tuanya percaya dengan prestasi yang didapat dan kiriman uang selalu ada kepadanya, segala upaya dan cara dipakai. Sekolah-pun hanya sekedar saja, hanya digunakan sebagai tempat melakukan konsolidasi dan merumuskan rencana bersama teman-teman satu kelompoknya.
Kalau ada tetangga yang membicarakan tentang keadaan Sahar Budiman di kota yang sungguh jauh dari harapan Dodi. Maka kontan Dodi marah, dan menuduh orang tersebut telah menjelek-jelekkan anaknya, mereka menceritakan itu karena iri melihat Sahar yang sebentar lagi akan taman SMA dan akan masuk kuliah, tidak ada yang bisa mereka lakukan selain memutuskan pengharapan. Yang apabila pengharapan itu hilang maka, Sahar akan berhenti berprestasi dan otomatis cita-citanya juga akan terputus.
Apabila mendengar cerita dan pengaduan tetangga yang mengatakan keadaan Sahar di kota, Dodi lantas berusaha sekeras mungkin agar bisa mengirimkan uang yang lebih banyak lagi, kalau perlu menjual harta benda, dengan harapan Sahar dapat segera selesai dari sekolahnya. Tidak ada pikiran yang negatif, mengenai jalur penggunaan uang yang dikirim itu.
“Anakku, ini saya kirimkan uang agar engkau dapat gunakan dalam kegiatan akademikmu. Cepatlah selesai anakku, kini orang-orang ramai menceritakan yang tidak sebenarnya pada dirimu. Mereka menjelek-jelekkan dirimu. Tapi saya sungguh tidak percaya kepada mereka semua. Mereka hanya iri kepadamu, Anakku”. Tulis Dodi disalah satu suratnya, ketika mengirimkan uang pada Sahar Budiman.
Orang-orang sekitar-pun sudah mulai memahami kejiwaan dari Dodi. Mereka juga tidak ingin Dodi bertambah menderita, sehingga mereka sudah tidak menceritakan yang sebenarnya lagi kepada Dodi. Yang orang-orang katakan ketika Dodi bertanya tentang keadaan anaknya, adalah kegiatan prestasi Sahar Budiman di kota bertambah meningkat, ia juga sudah dapat mengoprasikan komputer. Maka dengan itu bertambah senanglah hati Dodi. Dan orang yang mengatakan itu akan diberinya penghargaan, seperti makan gratis atau dikasih ayam yang dipelihara oleh Dodi di rumahnya.
Beberapa orang-orang terdekat Dodi yang berkunjung kekota selalu menyempatkan diri mereka mendatangi Sahar Budiman untuk memberikan peringatan tentang apa yang digeluti Sahar sekarang, mereka juga tidak ingin masa depan Sahar hancur. Namun sahar tidak-lah mau berubah dari kebiasaan buruknya, malah ia menantang yang memberi peringatan dengan mengeluarkan pernyataan kotor pada yang memberi peringatan. Akhirnya beberapa diantara mereka sudah putus asa, dan selalu membiarkan kebiasaan Sahar, merasa tidak ambil pusing tentang diri Sahar, sepanjang tidak membahayakan diri mereka.
Orang-orang sekitar Dodi, selalu merasa kasihan terhadap kondisi kejiwaannya, yang selalu merindukan sang anak berhasil dalam studi. Namun ketika melihat perilaku kehidupan Sahar sehari-hari, sungguh akan jauh dari harapan, kalau ada harapan itu hanya kebetulan atau mukzijat saja. Mereka pada umumnya selalu merasa khawatir suatu saat nanti terjadi peristiwa yang tidak diinginkan akan menimpa Sahar.
Kekhawatiran orang-orang terdekat Dodi yang berkunjung kekota semakin menjadi-jadi, ketika melihat kondisi fisik Sahar yang sudah sangat kurus dan pucat. Mereka mengetahui kondisi Sahar yang demikian itu bukan disebabkan kurang makan, sebab uang kirimannya selalu mengalir dari kampung. Namun kondisi fisik itu disebabkan kebiasaan buruk Dodi sebagai pecandu Narkoba dan minuman keras. Ditambah lagi dengan suka begadang dan keluar malam. Uang kiriman yang didapat hanya ia gunakan sepenuhnya mengatasi kecanduan dirinya itu.
Suatu hari yang tidak menyenangkan, tetangga Dodi mengetahui dari kota bahwa Sahar Budiman kini ditangkap Polisi karena disangka sebagai pengedar narkoba. Mendengar berita itu pun Dodi tidak percaya, malahan Dodi balik memaki orang tersebut yang telah berani menjelek-jelekkan anaknya. Reaksi dari Dodi-pun selalu mengirim surat untuk anaknya, entah sudah berapa banyak surat yang dikirim Dodi untuk mengetahui kabar terakhir anaknya, tetapi balasan surat yang dinanti juga tidak kunjung ada.
Setiap ada bunyi kemercik dihalaman rumah Dodi, kontan Dodi selalu melihat siapa yang datang dengan harapan yang datang adalah Pak Pos memberikan surat dari Sahar Budiman. Namun, yang dinanti tetap tidak ada, surat Sahar selalu saja tidak ada. Walaupun demikian Dodi tetap tidak putus asa dengan berusaha mencari berita tentang keberadaan Dodi di kota. Beberapa tetangga yang ditemui mengatakan tidak mengetahui keberadaan Dodi, karena mereka sudah tidak mau pusing dengan persoalan Dodi. Tetapi tidak semua orang terdekat Dodi yang memiliki sikap seperti itu, sebagian juga masih merasa kasihan kepada Dodi.
Akhirnya berita yang dinanti telah tiba dengan dibawa salah seorang dari kota. Orang itu langsung menemui Dodi, dan inti pembicaraannya mengatakan bahwa Sahar Budiman telah meninggal dunia dengan dugaan sementara ia over dosis obat-obat terlarang tidak lama setelah ia ditangkap Polisi karena diduga terkait pengedaran narkoba lokal. Adapun mayat Sahar, besok pagi akan dibawa kemari, karena sekarang masih dilakukan otopsi untuk mengetahui penyebab rinci kematiannya.
Awalnya Dodi tidak percaya tentang kabar yang dibawa orang itu, namun ketika orang itu menjelaskan dan menunjukkan bukti-bukti tentang kematian Sahar Budiman, maka terasa dunia tidak lagi memiliki tiang, dan runtuh menimpanya. Tidak ada lagi nafas kehidupan dalam dada, ditambah tidak mampunya mata terpejam dan jantung tidak lagi berdetak. Darah juga sudah berhenti mengalir. Semuanya bisu tidak berdaya, yang tertulis dalam sejarah kehidupan. Dodi telah menghembuskan nafas terakhirnya ditengah harapan dan kerinduannya pada sang anak yang telah menyia-nyiakan kepercayaan. Anak yang telah menyiksa jiwa orang tuanya.
*******
Dalam Musim Panas
Di Tomoli (Ampibabo)
Pertengahan April 2006.
Selasa, 10 Maret 2009
Sang Anak Yang Dinanti
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar