Oleh : Ruslan H. Husen
Sudah lama aku menunggu si Mamat, tapi dia tidak juga kunjung datang, sampai setelah shalat Zhuhur-pun dia juga tidak kelihatan batang hidungnya, padahal biasanya dia selalu datang untuk shalat Zhuhur berjamaah bersama kami di masjid ini. Kejadian ini menjadi keanehan bagi saya pribadi terhadap sikap Mamat itu, dan menambah keyakinanku bahwa dialah yang mengambil Hand Phone-ku yang hilang minggu lalu, pada saat saya tertidur di kamar masjid ini.
Setiap orang yang datang di mesjid siang itu selalu aku awasi, dengan harapan di antara mereka ada Mamat, tapi lagi-lagi Mamat juga tidak kunjung datang, hingga aku lelah menunggu dan memutuskan untuk istirahat di kamarnya Hendro, teman lain kamar di Asrama masjid. Yang kemudian meminta bantuan Hendro untuk membangunkanku jika aku tertidur apabila Mamat sudah datang, dengan catatan jangan kasih tahu Mamat bahwa dari tadi saya menunggunya, karena takut ia curiga dan berbuat yang macam-macam lagi disini.
Belum lama aku berbaring di kamar Hendro itu, tiba-tiba kulihat bayangan Mamat datang dengan tidak mengenakan baju, kemudian aku melompat dari tempat tidurku dan lari mengejar si Mamat yang keburu pergi ketika melihat saya dari pintu yang terbuka setengah.
“Mamat ... Mamat, sini sebentar saya mau bicara” panggilku kepada Mamat dengan nada tinggi, sambil melambaikan tangan.
“Ada apa ?” Tanya Mamat bernada menyelidik dan sudah mulai curiga.
“Bisakah kita bicara sebentar ?” Pintaku.
“Ada apakah?” Tanya Mamat dengan sikap serba salah.
“Kita bicara di kamarku saja !, boleh toh?” Pintaku agak memerintah.
Setelah di dalam kamar, yang ada hanya saya sendiri dengan Mamat yang agak heran dan curiga. Kemudian saya mulai berterus terang, tentang kehilangan HP-ku minggu lalu dengan kecurigaan utama ada pada si Mamat yang menyimpan HP tersebut. Saya mengatakan bukan dia yang telah mencurinya, tetapi menyimpannya. Ku-utarakan dengan sejujur-jujurnya apa yang ada dalam hatiku dengan tetap menjaga perasaan si Mamat yang mulai agak tegang dan berkeringat.
Waktu itu, saya tertidur di kamar di salah satu asrama masjid itu. Sementara pintu tidak terkunci dan agak terbuka setengah. Saya tertidur dengan begitu pulasnya, karena dari pagi beraktifitas membersihakan lingkungan masjid. Yang ada di lingkungan masjid itu hanya, saya Hendro dan Mamat, karena teman-teman yang lain sudah berangkat dari tadi siang ke tempat kerjanya masing-masing. Kecurugaan saya yang utama adalah pada Mamat yang menyimpan HP itu, kalau Hendro yang mengambil, saya merasa tidak mungkin, karena dia begitu lugu dan polos, sementara saya juga mengenal sikap dan karaketrnya lagi pula setelah bakti dia juga tertidur dikamarnya. Sementara orang lain, termasuk tetangga-tetangga masjid tidak akan berani masuk kekamar tidurku.
“Jadi kau tuduh saya yang curi HP-mu itu ?, tidak le, tidak mungkin saya ambil HP-mu apalagi kita sudah berteman sekian lama dan ini di masjid lagi, tidak mungkin saya yang mencurinya” Nada Mamat agak tegang dan terkesan menggugat.
“Begini, saya tidak menuduh kamu, hanya saya minta bantuanmu siapa tahu HP itu ada sama kamu, dan kamu yang simpan”. Penjelasanku menenagkan emosi Mamat.
Ku mencurigai si Mamat yang ambil HP-ku, berdasarkan informasi yang saya kumpulakn beberapa hari terakhir ini, karena dalam minggu ini dia memiliki HP baru yang katanya baru dibeli dari teman sekolahnya, sementara keterangan dari teman di Asrama HP itu bukan HP-nya melainkan HP pacarnya, yang ia beli dengan harga Rp. 650.000,- namun Mamat katakan padaku beli seken dengan harga Rp. 350.000. belum lagi ekspresi wajah dan tingkah lakunya yang begitu mencurigakan dan terkesan selalu menghindariku. Jadi disini pasti ada yang salah diantara kedua informasi itu.
“Kalau begitu bisa saya lihat HP itu sekarang ?”. Niatku ingin mengakhiri pembuktian yang kuajukan.
“Bisa, tapi saya mau kekota dulu, nanti pulang baru saya perlihatkan”. Kata Mamat berusaha menghindar.
“Kan, tidak lama ambil itu HP sekarang, lagian pakai saja motorku untuk ambil HP itu dirumahmu”. Ekspresiku agak mendesak.
Akhirnya dia pun mengambil HP tersebut, dan memang saya lebih menang sacara psikologi dari dirinya, dan selanjutnya ku berhasil membuktikan pada si Mamat bahwa HP tersebut memang HP-ku dengan satu asumsi yang bisa ia terima bahwa saya menemukan HP ini berkat bantuan kamu, saya tidak akan mendapatkan HP ini jika tidak ada kamu.
Mamang benar apa kata orang, bahwa pelaku kejahatan tidak mudah akan serta merta mengaku sebagai orang 100 % salah, dia akan melakukan segala upaya untuk mempertahankan dirinya sebagai orang benar, tak perduli harus mengorbankan orang lain pun akan dilakukannya. Bahkan kalau perlu akan membuat kejahatan atau pelanggaran baru untuk mempertahankan kepentingannya.
Pelaku tindak kejahatan dalam bentuk apapun, akan selalu memperoleh tantangan dari orang lain yang merasa di rugikan, berhubungan dengan tata nilai sosial yang telah disepakati bersama, serta untuk tetap menjaga tata nilai yang ada di masyarakat. sehingga ia akan menjadi tersingkir dari pergaulan dengan sikap dan perbuatannya yang dianggap merugikan lingkungan masyarakatnya.
Sifat manusia adalah biasanya selalu cenderung terhadap pemenuhan materi, sehingga tidak heran jika sebagian manusia selalu melakukan usaha apa saja untuk mendapatkan materi dan memenuhinya, termasuk melakukan hal-hal yang tercela dan terlarang yang sebenarnya bertentangan dengan kediriannya dan eksistensinya di masyarakat. Namun, apabila tersangka atau terbukti melakukan perbuatan tercela, maka segala energi akan di kerahkan untuk melindungi dirinya dan menutupi kekejian dirinya dengan cara apapun agar tidak di ketahui oleh orang-orang di sekitarnya. Sehingga membuatnya nekat membuat perbuatan tercela lainnya yang sesungguhnya tambah menjerumuskannya kelembah kebohongan dan kejahatan.
Demikianlah pula para penjahat, para perampok, para penindas akan selalu bersikap dengan sangat manis seakan tanpa cacat di hadapan publik, dengan harapan dapat mengelabui pengetahuan masyarakat dan mencari korban selanjutnya. Lihatlah bagaimana kegiatan kaum kapitalis dalam melakukan eksploitasi kekayaan alam, demi mendapatkan keuntungan materi. Harus mengorbankan kerusakan alam, penderitaan masyarakat sekitarnya yang sekali lagi tujuan sebenarnya hanya mencari keuntungan materi belaka tanpa menghiraukan kerusakan yang telah ditimbulkannya, baik kepada alam maupun pada masyarakat yang kena dampaknya. Lalu sang kapitalis dengan sangat manis dan berperikemanusiaannya lalu melakukan dan memberikan sumbangan untuk pembangunan infrastruktur dan reboisasi terhadap kerusakan alam. Hanya dengan muka tersembunyi, ingin mencuri perhatian publik seolah-olah dia adalah malaikat yang turun kebumi memperhatikan nasib orang-orang susah dan lemah.
Potensi kemanusian yang ada pada setiap diri individu menjadi sesuatu yang mutlak untuk di kembangkan agar mampu mengatasi segala kerusakan-kerusakan yang ada di masyarakat, mampu memberikan solusi terhadap segala penyakit sosial. Dengan kemampuan potensi kemanusian yang ada sehingga menjadikannya menjadi insan intelektual yang tercerahkan dengan melakukan usaha abadi dalam hal pembelaan dan pencerahan di tengah masyarakat. Jika ia merasa suci, maka ia juga akan membagi kesuciannya kepada orang.
Menjelang Isya
Di Tinombala Yang Sendu
Awal Oktober 2005
Selasa, 10 Maret 2009
BENDA YANG HILANG
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar