Selasa, 10 Maret 2009

Pandanganmu


Oleh : Ruslan H. Husen

Terik matahari mulai terasa panas, saat saya bersama Tari menyusuri jalanan menuju Perpustakaan Universitas di kampus kami. Cahayanya terasa menembus sampai ke balik baju yang kami kenakan. Di tambah dengan keadaan jalanan yang di hiasi dengan debu tertiup oleh angin dan kendaraan yang lewat.

Jarak perpustakaan Universitas dengan Fakultas kami, sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya berjarak sekitar 300-an meter. Namun di tempuh dengan jalan kaki, membuat kami keringatan juga.

Awalnya kami, berkeinginan meminjam motor teman untuk kami gunakan, tapi untuk kepentingan olah raga, perjalanan itu kami tempuh juga. Mungkin suasana dan tempatnya yang kurang tepat. Tetapi, itulah kesempatan kami untuk berjalan kaki, yang jarang di dapatkan di kesempatan lain apalagi di ketika sudah pulang kerumah.

Kenyataan ini, bukan berarti kami malas dalam berjalan kaki dan memanjakan diri. Tetapi, keperluan luar rumah memang agak jarang, kebanyakan hanya di kerjakan di rumah. Kalau-pun ada, paling hanya kunjungan ke perpustakaan di daerah ini dan silaturahmi dengan keluarga.

Kami terus berjalan menuju ke perpustakaan Universitas itu. Sesekali kami mengitari bawah pepohonan untuk menghindari dan mengurangi panasnya matahari. Akhirnya gedung perpustakaan yang akan di tuju telah kelihatan yang berarti sebentar lagi akan segera sampai di tujuan.

Dari jauh kelihatan beberapa orang mahasiswa asyik berbincang-bincang dengan temannya di depan Gedung Perpustakaan itu. Seakan tidak memperdulikan orang-orang yang lalu-lalang di sekitarnya. Yang membuatku agak sedikit kaget adalah orang yang saya kenal sedang berbicara dengan asyiknya dengan seorang wanita berjilbab.

Langkah kami semakin mendekat, dan semakin yakin pula bahwa orang tersebut adalah yang ku-kenal. Sebab dialah yang telah menggoda hidupku, menghilangkan konstentasi dalam segala aktifitasku, orang yang tidak ingin di sebut teman olehku, tetapi lebih dari itu sebab besarnya keinginan-ku dan harap-ku kepadanya tentang hubungan kemasa depanan yaitu membentuk rumah tangga.

Keinginanku itu bukan tanpa dasar, tetapi hasil perjanjian kami berdua dahulu. Saat itu Irfan-lah yang memulai komitmen yang disambut dengan tekad juga oleh saya. Jadi bukan hanya saya yang berharap banyak. Kami dahulu pernah mempunyai perasaan yang sama atas dasar cinta kasih.

"Benar. Dia adalah Irfan!!." Kataku dalam hati.
Kulihat dengan jelas, Irfan dengan asyiknya berbincang-bencing dengan wanita berjilbab itu. Sesekali tersungging senyum di bibir-bibir mereka. Begitu asyik dan menyenangkan perasaan mereka. Membuat aku semakin menderita, tertekan akan kenyataan yang aku terima. Aku merasa cemburu, dengan kenyataaan itu.

"Mengapa wanita berjilbab itu yang beruntung?. Bercanda ria dengan Irfan. Mengapa bukan aku?, yang telah di beri janji oleh Irfan dahulu." Kataku dalam hati.

Terngiang dalam ingatanku, Irfan menyatakan janjinya untuk membangun rumah tangga denganku, ketika akan selesai studi di kampus ini dan memperoleh gelar sarjana. Tetapi, belum lagi sarjana, sikap Irfan telah berubah total kepada-ku, berubah seakan tidak mengenal lagi diri-ku. Tidak mau tau dengan perasaanku.

Sebenarnya saya selalu berusaha menjalin komunikasi dengan Irfan, utamanya lewat sms. Tetapi, dia selalu tidak membalas sms-ku. Padahal ketika ku miscall Hpnya tetap aktif. Ku-ketahui Irfan dahulu bukan lagi Irfan sekarang. Telah ada perubahan, yang membuat ia melupakan janjinya kepadaku.

"Mungkin wanita berjilbab itukah yang menjadi calon pendamping hidup Irfan?." Tanyaku dalam hati, sambil terus mengamati Irfan dengan sesekali melirik.

Kami terus berjalan, dan sampai di depan pintu Perpustakaan. Aku tidak masuk hanya menunggu di depan pintu itu, hanya temanku sendiri yang masuk kedalam. Dalam harapku, Irfan segera menyapaku, sebab saya tidak berada jauh di depannya.

Selalu aku mencoba dan mengharap, agar Irfan mau menyapa diriku yang sedang duduk dipinggir jalan dekat pintu perpustakaan ini. Tetapi yang ku nanti Irfan seakan tidak melihat diriku, padahal ku tahu benar tadi kami beradu pandang. Dia melihat dan menyadari kedatanganku.

"Apakah Irfan segaja tidak mau menegur diriku?." Kembali tanyaku dalam hati.
Bergelut dengan perasaan di sertai dengan tanya penuh dan harap, menjadi satu dalam dirku. Menjadikan diri tidak menentu. Hanya doa yang ku panjatkan, mengharapkan Irfan mau berubah dan tidak bersikap cuek lagi denganku. Dan mau mengingat dan komitemen pada janjinya.

Kemana harus ku-pendam perasaan ini. Rasanya aku tidak sanggup menahan ini semua. Hanya harap dan mukzijat yang ku-nanti agar Irfan mau kembali dengan komitmennya dahulu ingin membangun rumah tangga denganku.

Wahai, pembaca cerpen ini, apa yang harus aku lakukan?. Aku benar-benar bingung dengan diri Irfan dan keadaanku ini. Ingin rasanya aku melupakan kenyataan ini berhubungan dengan Irfan dan janjinya. Tetapi, aku benar-benar tidak bisa. Tolong bantu aku yang pembaca Cerpen!!. Terima kasih atas bantunannya.

* * *
Memori Perpustakaan Untad
Jumat, 16 Juni 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar