Selasa, 10 Maret 2009

Harapku Kepadamu Sayang

Oleh : Ruslan H. Husen

Dalam kesendirianku. Di temani oleh sejuta harap dan hayal. Aku kembali teringat padamu. Bayang-bayangmu menari-nari di dalam imajinasiku, begitu jelas dan nyata. Apa yang sedang kau kerjakan sekarang?. Entahlah . . . mungkin kau lagi baca buku atau lagi ikut kajian di organisasimu, sebagaimana kebiasaanmu selama ini. Kenapa ya? Aku selalu teringat padamu, saat sendiri seperti ini padahal kalau di pikir, apa-sih kelebihanmu bila dibandingkan dengan laki-laki lain yang kukenal.

Betapa banyak laki-laki ganteng yang kukenal, gaya dan penampilan tidak ketingalan zaman, bahkan selalu menampilkan yang terbaru dengan perkembangan gaya generasi mutakhir. Mereka itu selalu menurut dengan apa yang kukatakan. Selalu memenuhi apa yang kuminta. Minta ditemani nonton, ditemani makan, atau ke pesta teman, mereka tidak pernah menolak.

Sedangkan kau, sungguh jauh berbeda dengan mereka semua. Mulai dari cara berpakaianmu yang tidak mau pakai celana lepis, hanya mau pakai celana kain, membuat seperti orang tua kelihatan, tidak mengikuti perkembangan mode remaja gaul, dari dulu sampai sekarang tetap begitu-begitu juga. Tidak mau diajak jalan berdua. Jangankan jalan berdua, di suruh minta tolong antar dengan boncengan motor saja misalnya, atau ke pesta teman, kamu tidak mau. Dasar...., manusia aneh, aturan dari mana lagi itu. Kamu itu orang seperti apasih, yang ini bisa dilakukan, yang itu tidak bisa dilakukan walaupun orang lain membutuhkan.

Namun-pun begitu, aku tidak tahu kenapa hanya kau laki-laki yang begitu selalu kuingat kala sendiri begini, setelah bosan beraktifitas. Ataukah karena kau begitu menarik dan lain dari semua orang. Mulai dari pakaian yang kau gunakan, cara bergaul, cara bicara dan kebiasaan-kebiasaanmu sangat berbeda. Pokoknya kau lain dari yang lain. Lain dari orang yang selama ini aku kenal.

Persoalannya, kenapa juga aku yang generasi gaul begini bisa tertarik dengan laki-laki dengan tipe sepertimu, selalu memikirkanmua?. Padahal sepertinya kau itu bukan tipeku, bukan seleraku. Aku ini lebih suka pesta dan hura-hura, kau sukanya baca buku atau ikut kegiatan organisasi. Aku hobby dengar musik pop dan musik barat, kau sukanya lagu-lagu reformasi dan perjuangan. Aku suka ke mall dan tempat ramai, kau malah rajinnya ke masjid. Pokoknya kita jauh berbeda. Dan perbedaan itu begitu berseberangan kelihatannya.

Tapi, sekali lagi. Saat sendiri begini, aku itu kembali teringat kepadamu. Padahal mungkin saat ini kau tidak punya waktu untuk ingat balik padaku. Sementara itu, aku yakin betapa banyak laki-laki yang sedang berharap untuk sekedar kutemani jalan dan bicara, tapi kenapa bayanganmu yang selalu menghantuiku, selalu menggoda rasa hatiku.
Aku mulai tersadar bahwa mulai terjadi sesuatu perubahan pada perasaanku. Aku mulai merasa butuh pada seseorang. Dahulunya aku itu tidak pernah memiliki perasaan seperti ini, semua orang ku anggap sama, tidak ada yang istimewa. Tapi dirinya tidak sama dengan semua orang yang pernah ku kenal.

* * *
Sebenarnya, kau mulai menarik perhatianku, ketika suatu hari, aku diajak temanku ke tempat tinggalmu untuk meminjam buku. Buku itu berhubungan dengan pelajaran akademik di kampus. Saya menemani temanku itu karena dia juga sering menemaniku untuk jalan, lagian pada saat itu tidak ada aktifitas yang penting. Disitulah pertama kali kulihat kau, cara bicaramu begitu santun, sikapmu begitu berwibawa. Aku tertegun menyaksikan itu semua. Tersirat dalam hati kecilku mengagumi dirimu.

Setelah dari situ, ku coba untuk mencari informasi tentang dirimu. Mulai dari tempatmu kuliah, keluarga-keluargamu di yang ada sini, kegiatanmu di luar kampus sampai pada hobbi dan kegemaranmu. Untuk mencari informasi seperti itu tidaklah sulit bagiku, karena memang aku itu tipenya suka gaul dan banyak teman. Walhasil semua informasi tentangmu telah kukantongi.

Kini kembali ku mencari cara bagaimana bisa mendekatimu lagi, dan strategi apa yang ku gunakan. Dan merupakan suatu kegembiraan kembali ketika temanku yang tempo hari itu pinjam buku itu, mengajakku lagi ke tempat tinggalmu. Tapi sayang, saat kami ke sana kamu sudah tidak ada, kata temanmu yang tinggal disitu, kau lagi ikut kegiatan organisasi.

Suatu hari di kampus, aku kedapatan sedang mengikutimu dengan baca buku di perpustakaan, dengan dari tadi membutuntutimu. Aku jadi serba salah ketika kau melihat diriku. Tapi begitu tidak kusangka, kau menyapaku dengan begitu akrab. Hingga kau juga sempat menanyakan aktifitasku sekarang. Keakraban itu, begitu masih dengan segarnya dalam ingatanku.

Kamu itu orangnya memang aneh, sudah di intai kesana-kemari, masih saja memberikan maaf. Masih saja akrab dan mau mengerti orang lain. Bahkan beberapa hari dari situ kamu malah meminjamkan aku buku. Buku yang menurut aku tidak memiliki daya menarik, buku yang cepat bosan jika dibaca. Sehingga ku simpan saja itu buku di dalam kamarku. Bahkan dari situ, kau juga memberikan kaset-kaset Islam sebagai hadiah kepadaku.

Malah aku telah berfikir dan menarik sesuatu kesimpulan tentang dirimu. Bahwa kau suka kepadaku, kau sedang mencari simpatiku, dan berusaha berebut hatiku. Apakah itu tidak beralasan dengan sikapnya selama ini?. Lihat saja dijahilin dan dibuntuti, malah memberikan maaf, bahkan hari-hari kemarin kasih pinjam buku dan berikan hadiah malah.

Ku gelisahan dan coba ceritakan hal itu semua, kepada teman satu kamarku, bahwa dia kini sedang naksir aku, yang terbukti dengan sikapnya. Temanku itu malah tertawa terbahak-bahak mendengar pernyataanku itu. Aku semakin heran tentang apa yang terjadi. Lalu temanku itu menjelaskan bahwa laki-laki itu tidak bisa pacaran, dalam kamusnya yang ada itu hanya pacaran setelah menikah. Dan sikap itu telah ditanamkan pada dirinya sejak masuk keorganisasi yang digelutinya itu. Menurutnya pula, sikapnya itu agar aku ini bisa berubah dari kebiasaanku semula, lebih pada upaya pencarian jati diri, katanya.

Kebingungan menggaluti diriku, kebimbingan menjadi raja perasaanku. Kalau dia itu tidak naksir padaku, jangan-jangan diriku-lah yang terlalu GR (gede rasa), merasa tapi tidak dirasa. Bahwa akulah yang sebenarnya naksir dia, akulah sebenarnya yang membutuhkan akan dirinya. Tapi aku takut untuk melakukan itu. Aku tak mau kau yang begitu baik harus mengalami kejadian di taksir oleh perempuan sepertiku. Cukuplah rasa ini kusimpan dalam hati. Yang, entah sampai kapan akan berakhir. Yang seperti inikah yang dinamakan dosa ataukah berkah?, yang pasti aku akan tetap menghormati dan mengharapkanmu. Juga kepada siapapun juga yang membaca tulisan ini, tolong sampaikan padanya, bahwa aku tetap rindu pada semua perhatian-perhatiannya. Aku tetap ingin dikirimkan buku-bukunya dan ingin di berikan hadiah oleh dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar