Selasa, 10 Maret 2009

Kami Sambut Dengan Tekad


Oleh : Ruslan H. Husen

Setiap kali saya melihat Masjid Ulil Al-Baab Universitas Muhammadiyah Palu, lantas dadaku berdesir, pikiran mendadak tegang, bulu roma menjadi merinding dan air mata ingin keluar, sebagai bentuk ekspresi jiwa yang tidak tertahan. Akan kenangan yang susah untuk dilupakan, kenangan yang sesungguhnya hanya patut di catat dan bukan untuk dibanggakan. Kenangan yang telah mempertemukan kami dengan muslim Poso dalam suatu tujuan mendukung Pemerintah dalam melaksanakan eksekusi Tibo Cs, yang hingga saat ini terus tertunda.

Masjid ini terus mengingatkan akan arti sebuah perjuangan tanpa akhir. Hati dan perasaan seakan menjadi semangat dan memiliki tekad yang kuat akan perjuangan saudara-saudara kami dari Muslim Poso. Itulah kesadaran yang sebenarnya yang ingin diraih dalam membela mereka dari pembantaian, pembunuhan, penyiksaan, pengusiran, penghiantan para perusuh segala zaman dari kelompok salibis terlaknat.

Tersirat dalam hati akan teriakan jiwa, “Ingatlah wahai kelompok Salibis jahannam yang mengusir dan mengusik kedamain kami, yang telah membantai dan membunuh saudara dan keluarga kami, sesungguhnya demi Tuhan, sampai kapan-pun perbuatan kalian semua akan selalu teringat dan akan selalu kami ceritakan pada anak dan cucu kami, sampai kalian semua hancur dan mati dalam kubangan yang lebih hina dari binatang sekalipun. Perlawanan ini akan terus di lakukan sebagai akibat sikap merusaknya kelompok salibis itu. Ingat pula, kami akan terus melakukan perlawanan hingga kalian (kelompok Salibis) menghentikan aksi-aksi menghancurkan kalian. Kami akan selalu dalam barisan para pejuang kebenaran dan keadilan dalam menghadapi dan melawan kalian semua”.

Bayang-bayang kebiadaban pasukan Merah dalam melakukan aksi yang sungguh biadab terhadap orang Muslim terus terngiang segar dalam jiwa, “Kalian semua kelompok Salibis, boleh merasa tenang untuk sementara waktu, boleh menikmati indahnya kebebasan dan kemenangan, tapi dalam hati ini tidak pernah tenang melihat kalian masih bercokol di bumi ini dan bebas terus berbuat kerusakan, bebas melakukan aksi biadab selanjutnya. Sesungguhnya kami akan terus menjadi musuh abadimu, sampai kami-pun menjadi tumbal dari sikap dan perjuangan kemanusiaan ini. Kami bersikap seperti itu, karena kalian sendirilah yang selalu berbuat kerusakan, yang selalu menzalimi hak-hak kami, selalu mengancam diri kami. Kalian selalu hianat atas perjanjian dan amanah yang diberikan, tidak ada niat kalian memberikan kedamaian dalam hidup kami”.

*******
Masjid Ulil-Albaab Unismuh Palu itu, menjadi sejarah bagi Front Ummat Menuntut Keadilan, yang di dalamnya merupakan gabungan ormas Islam, yang telah memfasilitasi dan menyambut saudara-saudara Muslim kami dari Poso untuk melakukan aksi Massa kepada Kejaksaan Tinggi Sulteng atas tertunda-tundanya eksekusi Tibo Cs. Kami menginginkan Tibo Cs agar segera dieksekusi dan tidak bisa dibebaskan, seperti keinginan kelompok kristen itu. Tidak benar Tibo Cs tidak mendalangi dan terlibat dalam pembantaian Muslim Poso, sebab kami menyaksikan langsung kebiadaban mereka itu dalam membantai, membunuh dan memperkosa perempuan muslim.

Waktu itu menunjukkan pukul 14.30, kami dengan beberapa orang teman Front mempersiapkan diri untuk menjemput Massa dari Poso, dengan empat motor yang masing-masing memiliki boncengan. Kami menuju kearah Tawaili, sebuah daerah yang menjadi penghubung Palu dengan Pantai Timur (Poso) yang masuk dalam zona Palu, karena memang mereka akan di jemput di tempat itu berdasarkan hasil rapat Front sebelumnya.
Dalam perjalanan menuju Tawaili, di pinggir-pinggir jalan daerah Tawaili terlihat intel-intel Polisi sedang mencari informasi dan bersiaga menyambut massa Poso yang sebentar lagi tiba, ditambah dengan anggota Polisi berpakaian lengkap yang jumlahnya sekitar empat mobil truk Polisi diluar yang menggunakan motor. Jumlah Polisi itu cukup banyak. Nampaknya mereka telah memperoleh informasi yang jelas akan kedatangan massa Poso, sehingga memaksimalkan pengamanan yang dilakukan.

Kami tidak ingin di dahului menjemput massa Poso oleh Polisi itu, sehingga di putuskan menuju tempat yang lebih di atas lagi mendekati gunung. Di jalan dekat kaki gunung tempat kami menunggu, perasaan kami selalu tegang dan mengawasi setiap kendaraan yang melintas kearah kami. Kami selalu berharap agar massa itu segera datang.

Sudah agak lama kami menunggu, tapi yang di tunggu belum juga datang. Kami-pun kemudian pindah tempat menunggu, karena tempat sekarang ini terlalu dekat dengan tikungan jalan, sehingga kalau kepala rombongan tertahan, maka sebagian massa akan tertahan di badan tikungan jalan dan itu pasti memacetkan jalan dan rawan kecelakaan. Makanya kami memutuskan untuk pindah kearah barat menuju jalan yang agak lurus. Jalan yang telah kami hitung akan menguntungkan massa yang datang dan pengguna jalan lain.

Di tempat ini, kami menunggu dengan begitu lama, sampai muncul kebosanan dalam hati kami sampai kekhawatiran mereka tidak datang sore ini. Belum lagi kami semua belum menunaikan shalat Ashar. Kami terus mencoba menunggu lagi dengan harapan massa Poso sebentar lagi datang, sebagian mobil dan motor kami tahan untuk menanyakan di mana mereka melihat ada kumpulan massa menuju kearah Palu.

Terakhir, mobil taksi dari arah yang ditunggu, mengatakan kumpulan massa masih ada di Toboli, yang sedang menuju kemari. Sopir taksi itu memberikan keterangan dengan yakin seolah tanpa beben. Berkat keterangan itu kami putuskan untuk shalat Ashar dan sebagian di antara kami tetap berjaga-jaga dijalan.

Masjid yang kami gunakan untuk shalat Ashar, yang ada didekat jembatan besar Tawaili. Teman kami yang bernama Waris dan Abbas tetap menunggu di sisi jalan dan sisanya shalat terlebih dahulu termasuk saya. Dalam shalat itu saya dipercaya bertindak sebagai imam bagi mereka, dengan keadaan dan perlengkapan sederhana.

Awalnya kami shalat dengan perasaan tenang dan damai. Dua rakaat telah kami selesaikan dengan khusyu. Dari kejauhan terdengar bunyi sirine Polisi semakin mendekat, bunyi sirene itu semakin jelas. Shalat yang kami kerjakan sudah tidak konsentrasi lagi, kami serasa ingin mengakhiri shlat kami ini, kami begitu yakin itulah yang kami tunggu, massa Poso telah datang. Gerakan-gerakan shalat yang saya pimpin semakin cepat, tetapi tetap bacaan shalat terpenuhi. Terus-terang tidak ada konsentasi dan kekhusyuan lagi, hingga terlihat sekilas dua orang teman kami di belakang berlari keluar masjid dan tentunya sudah meninggalkan shalat berjamaah menuju massa yang telah berhasil di berhentikan oleh Waris dan Abbas.

Setelah selesai salam dalam shalat, kami semua lantas berlari keluar menuju kendaraan masing-masing dan menemui pimpinan massa yang ternyata telah diberhentikan oleh Waris dan Abbas. Beberapa orang temanku begitu paniknya, Aswin sudah berlari keluar, tapi ternyata dia balik lagi masuk ke masjid sebab jeket dan helmnya kelupaan di dalam masjid. Tidak jelas apa kata, sambi terus berlari. Begitu pula dengan teman yang lain, begitu panik dan gembira. Perasaan menjadi satu hasil campuran keinginan bertemu dengan massa Poso, ketegangan berhadapan dengan mereka sampai pada kemungkinan yang dapat terjadi.

Sungguh merupakan kebanggaan bagi kami bertemu langsung dengan pimpinan massa dari Poso. Pimpinannya itu memakai motor vespa biru dan satunya lagi menggunakan mobil hartop merah yang ada di depan mobil Polisi yang mengawalnya. Kelihatan massa yang datang begitu banyak, terdapat ratusan kendaraan bermotor, puluhan mobil ukuran kecil, tiga buah bus dan satu truk raksasa yang kesemuanya memuat massa penuh. Barisannya begitu panjang, hingga persimpangan jalan itu menjadi keramaian yang mengagumkan.

“Kami yang ditugaskan untuk menjemput massa dari Poso,”. Perkenalan Aswin kepada pimpinan massa. Sambil pimpinan massa menganggut tersenyum dan menjabat tangan kami semua. Berjabat tangan kepada orang yang suci, yang telah mengikrarkan diri dan semua yang ada pada dirinya demi perjuangan dan tujuan kemanusiaan dalam keadilan dan kebenaran Islam.

Kami-pun di perkenalkan kepada sebagian massa Poso yang ada disekitar itu, akan tujuan kami memberhentikan mereka di tengah jalan. Kami-pun menjelaskan arah yang akan kami lalui dalam memasuki kota Palu, dan pimpinan massa mengerti dan memberikan kepercayaan penuh untuk itu.

Kami melihat alangkah banyaknya massa yang di temui saat ini. Dalam bayangan kami sebelumnya hanya ada sekitar tiga ratusan orang. Tapi yang terlihat dan informasi dari pimpinan massa ada sekitar lima ratusan orang lebih, diluar dua bus besar yang sedang kami tunggu saat ini.

Setelah semuanya siap untuk berangkat dan masalah kecil dan teknis teratasi, pimpinan rombongan yang memakai jaket Front Pembela Islam (FBI) dengan menggunakan megapone, memberi komando untuk tertibnya barisan massa. Dia menyuruh agar barisan motor berbanjar dua dengan mobil hartop di depannya, yang diikuti oleh mobil dan truk lainnya.

“Semuanya diatas kendaraan, kita akan segera berangkat, Siaaaap. Berangkat. Allahu Akbar, Allahu Akbar”. Komando pimpinan massa yang memakai jaket FBI itu.

Serentak terjadi gerakan secara serempak dan tertib. Perasaanku sungguh lain, yang ternyata juga dirasakan oleh teman-temanku yang lain. Mengawal dan menunjukkan jalan massa masuk ke Palu yang sedemikian banyaknya, sungguh merupakan kebanggaan tersendiri. Kebanggaan atas nama perjuangan mencapai cita-cita. Kebanggan atas bantuan pada para pejuang yang membela hak-haknya demi keadilan dan kebenaran. Dada-dada kami terus berkobar, akan semangat perjuangan diatas dasar nafas Islam. Perjuangan dengan tekad mencari keridhoan Allah, Tuhan Pemberi Petunjuk dan Pemberi Pertolongan.

Gema takbir “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar”, terus bergema di setiap jalan yang kami lalui. Menjadikan spirit dan kekuatan yang tidak tertandingi dalam diri kami masing-masing. Tidak ada lagi rasanya keraguan apalagi ketakutan dalam diri. Semuannya sudah kami ikrarkan untuk di korbankan demi perjuangan dan cita-cita di atas keadilan dan kebenaran. Perjalanan itu seakan muncul juga egosime dalam diri, akan besarnya semangat dan kekuatan yang kami miliki.

Ketika akan memasuki gerbang Kotamadya Palu, yang masih di daerah Tawaili, nampak Polisi membentangkan palang penghalang di jalan diikuti oleh barisan mobil dan pasukan lengkap yang ada di depan kami, sehingga perjalan terhenti. Kami merasa terusik, merasa terganggu, dan dihalang-halangi oleh para Polisi itu. Memang dalam bayangan kami Polisi selalu membuat masalah dengan kami, Polisi selalu menghalang-halangi kegiatan suci kami. Ingin rasanya kami menabrak Polisi-Polisi itu dan terus memaksa masuk, dengan siap menerima segala resiko yang mungkin saja terjadi.

Gema takbir terus berkumandang dengan dahsyatnya, yang seakan meluluh lantakkan jiwa para penghalang dan alam sekitar yang tidak berpihak dengan keberadaan kami. Terus terang kami tidak senang dihadang seperti ini, kami ingin masuk ke kota Palu. Jangan halang-halangi perjalanan kami. Gemuruh emosi dan semangat hadir dalam setiap jiwa.

Hingga puluhan motor memaksa maju, menyesakkan jalan, sebagaian massa lainnya turun dari mobil hendak menyerang para Polisi yang menghadang perjalanan itu. Sungguh sangat kurang-ngajar Polisi ini menghalangi jalan kami. Kami ini ingin menyampaikan aspirasi kami, kenapa harus dihalang-halangi seperti. Suasana semakin gaduh dan ribut karena adanya teriakan dan bunyi motor yang di gas tinggi ditambah dengan bunyi klapson.

“Semuanya tenang, matikan suara motor, matikan suara motor”. Komando pimpinan massa memberi perintah.
Selang beberapa waktu kemudian, negosiasi-pun selesai dilakukan, setelah keadaan tenang. Ternyata Polisi hanya bermaksud mengawal perjalanan kami, dengan motor dikawal dua mobil Polisi dan mobil massa juga di kawal mobil Polisi. Tawaran itu kami terima dan perjalanan kami lanjutkan kembali.

Sepanjang jalan yang kami lalui, gema takbir “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar” terus bergema, menjadikan spirit dalam dada kami yang tidak tertahan dan tidak tertandingi. Inilah kami, yang telah mengikrarkan diri demi perjuangan ini. Kami semua siap menjadi tumbal atau-pun korban demi tujuan kami ini atas nama keadilan dan kebenaran.

Melewati sepanjang jalan, penduduk-pun terkesima melihat banyaknya massa yang mereka lihat, sehingga ada yang menganggap Palu akan di serang. Inilah kami pasukan-pasukan Tuhan yang akan menuntuk keadilan atas dasar hukum negeri Indonesia. Kami bukan mau main hakim sendiri, tetapi mendukung sepenuhnya tindakan pemerintah.

Dalam perjalan itu, kembali perjalanan kami dihalang-halangi. Tepatnya di depan markas Brimob Mamboro. Puluhan anggota Brimob bersenjata lengkap menghadang di jalan. Anggota Brimob itu begitu egois dan sombongnya hingga menodongkan senjatanya kepada mobil dan pimpinan rombongan yang ada didepan. Seakan menakut-nakuti seperti ditujukan pada anak-anak Mereka dengan begitu bangganya menggenggam senjata itu dan menakut-nakuti kami dan hendak memaksakan keinginannya.

“Halangan apa lagi ini”. Desir dan dongkol kami dalam hati. “Kenapa perjalanan kami ini dihalangi lagi, bukankah sudah ada polisi di depan yang mengawal perjalanan ini, bukankah pula kedatangan kami ini sudah mendapatkan izin dari Kapolda, lalu kenapa musti dihalangi lagi”. Kata hati atas tindakan penghadangan itu.

“Tolong masuk sebentar ke markas, ini adalah perintah dari komandan”. Pinta kepala Brimob yang bertugas dan menghalangi perjalanan kami itu.
Sungguh sangat kurang-ngajar para Brimob ini, hendak memaksakan keinginannya itu. “Bapak ini tahu tidak, kami ini sudah dikawal untuk masuk ke kota, apalagi ini sudah masuk waktu magrib. Tolong izinkan kami lewat, kami ini bermaksud damai, bukan bermaksud mengacau”. Kata kepala rombongan massa, sambil menunjuk-nunjuk muka pimpinan Brimob itu, yang tadinya begitu egois dan sombong. Suasana semakin memanas, masing-masing pihak tetap bersikeras pada pendiriannya.

“Maaf Pak, kami hanya melaksanakan perintah, kami harus taat pada pimpinan”. Ungkap Pimpinan Brimob itu, sambil terus berkomunikasi lewat alat komunikasi yang dipegangnya.
“Maaf Pak, kami harus masuk ke kota karena ini tujuan damai, kami ingin menyampaikan aspirasi yang dijamin dalam negara ini. Apapun yang akan terjadi kami tetap masuk, karena kami telah memperoleh izin”. Tegas Pimpinan massa Poso kepada pimpinan Brimob yang bertugas itu.

Negosiasi mengalami jalan buntu, tidak memperoleh kata sepakat. Pimpinan Brimob tetap bertekat memeriksa massa untuk mengetahui apakah membawa senjata tajam dan senjata sejenisnya atau tidak. Sementara massa mulai memanas dan mulai menyengsek maju kedepan, hendak merampas dan menyerang anggota-anggota Bromob yang menghalangi perjalanan. Suasanan sungguh tegang, terjadi penghadapan langsung antar kedua pihak, yang telah siap saling menghancurkan.

“Saudara-saudara sekalian, kita tetap akan masuk ke kota. Semua massa berada di kendaraan masing-masing dan nyalakan mesin, kita tetap harus masuk ke kota, kita tidak akan perduli dengan para pengahalang ini. Kalau mereka tetap di jalan menghalangi perjalanan kita, maka kita tabrak saja. Allahu Akbar, Allahu Akbar, majuuuu...”. Kata pimpinan massa Poso mengomamdo.

Anggota Brimob di jalanan-p un tidak mau mengambil resiko, mereka menepi di jalan untuk memberikan kesempatan kepada massa untuk masuk tanpa melalui pemeriksaan seperti keinginan mereka. Gerakan massa itu sungguh tidak diduga oleh mereka. Dua mobil Polisi yang parkir depan pun terlewati oleh massa dan tidak sempat sebagai penghulu jalan massa, dua mobil Polisi itu-pun terpaksa masuk dalam barisan massa, berjejer bersama-sama masuk ke kota melewati jalanan sepi untuk menghindari keramaian dan kemacetan.

Terus berkecamuk dalam dada kami, sikap para anggota Brimob itu yang seakan menakut-nakuti dengan senjata yang mereka miliki. Seakan merasa berkuasa atas kehendak dan kekuatan yang mereka miliki. Tidakkah mereka sadar, para pendahulu kami ini telah berjuang mempertahankan negara ini tanpa takut kepada penjajah Belanda yang memiliki persenjataan lengkap. Memang seandainya jadi kacau dan harus berhadap-hadapan, pasti ada anggota massa yang harus mati dan terluka, tetapi yang lain pasti akan berhasil merampas dan menguasai lapangan karena jumlah massa yang lebih banyak. Apalagi kami ini, sudah terbiasa dan sensitif dengan senjata-senjata, karena korban dan terlibat langusung dalam menghadapi para perusuh dari Kristen.
Perjalanan itu, amat mendebarkan dan memeberikan semangat yang kuat akan sebuah arti perjuangan. Lampu-lampu kendaraan berjejer seperti rombongan besar kunang-kunang yang sedang menuju ke suatu sarang baru. Beberapa motor di depan rombongan bertindak sebagai penunjuk jalan, dan memberi sinyal kepada kendaraan-kendaraan yang di temui untuk menepi sesaat atau mengurangi kecepatan kendaraannya. Dua mobil Polisi yang diberi tugas sebagai pemandu jalan, terlihat di belakang dalam barisan massa.

Perjalanan itu akhirnya sampai juga di tempat tujuan, yakni di salah satu Masjid di Universitas Muhammadiyah Palu. Tempat inilah yang selanjutnya menjadi konsentrasi massa guna memutuskan strategi selanjutnya. Tempat ini secara serentak menjadi lautan massa yang mempunyai suatu keyakinan dan tujuan. Suasana persaudaraan begitu kental, semuanya taat pada pimpinan demi ketertiban dan keamanan bersama.

Mendekati tengah malam, massa baru memperoleh makan malam yang telah disediakan oleh panitia yang ada di Palu, yang juga tergabung dalam barisan bersama dan mempunyai tujuan bersama. Itulah arti sebuah persaudaraan sesama muslim, yang menyatukan orang-orang di bawa satu bendara dan tujuan. Semuanya berperan berdasarkan amanah yang merupakan tanggung jawab yang bangga untuk di laksanakan.

Saat itu kami, bertindak sebagai pengamanan massa. Setiap tempat telah kami tempati untuk di kontrol berdasarkan rapat pengamanan dengan tujuan tidak ada orang yang tidak di kenal atau orang yang memiliki tujuan mengacaukan masuk dalam kelompok massa. Walaupun kami telah berusaha semaksimal mungkin, namun tetap ada orang yang memiliki tujuan tertentu yang masuk kedalam kelompok massa. kami-pun membiarkannya dengan alasan tidak ingin membuat panik massa karena mereka telah di susupi. Orang yang bersangkutan itu tetap kami awasi dengan seksama dan besok orang-orang itu akan memperoleh pengamanan dan perhatian yang ekstra, dengan ketakutan jangan sampai mereka mengacaukan barisan massa. Biarlah mereka masuk dalam kelompok massa asal jangan berbuat hal-hal yang merusak tujuan yang sebenarnya.

Malam terus bergulir, menenteramkan jiwa para pejuang dalam pangkuan malam Ilahi. Semua terlena akan ke-Agungan dan Kebesaran Sang Pemiliki Kuasa. Bumi sunyi-senyap dan hening, seakan terpisah dari gelora dada juang para massa Poso yang sedang terlelep dalam tidurnya. Tersembur harap, akan tujuan esok yang cerah demi mendukung kebenaran hukum yang sebenarnya, yang telah terkoyak oleh ketidak pastian akibat permaian politik yang menipu.

Walaupun malam semakin larut, ternyata gerakan massa tidaklah diam secara total seperti yang tampak. Para pimpinan menggunakan kesempatan itu untuk menyusun strategi dan taktik di suatu tempat di luar masjid ini. Tempat yang telah disiapkan para panitia dari Palu. Menyusun srtategi yang akan dilakukan esok pagi, agar aksi berjalan damai dan tujuan dapat diterima dengan baik.

*****
Azan subuh berkumandang, membangunkan sang insan menemui sang Khalik, seakan sebagai isyarat akan persiapan yang mesti dilakukan guna menyongsong keadaan yang lebih baik. Mempersiapkan diri menyambut suatu perubahan yang dicita-citakan atau menghadapi tantangan yang bisa terjadi. Itulah dinamika kehidupan yang di tujuakan pada semua makhluk, tentang perintah Tuhan tentu memiliki guna dan manfaat yang dalam, untuk mencapai tujuan hakikat.

Selamat bagi para pejuang keadilan dan kebenaran. Sesunggungnya ditangan kalian-lah cita-cita itu dapat terpenuhi. Dengan keikhlasan, sabar dan komitmen itu menjadi alat luhur bagi perjuangan. Tidak ada yang sulit dalam naungan keridaan Ilahi yang dijanjikan kepada ummatnya, karena pertolongan selalu hadir bersama. Tidak ada hambatan dan tantangan yang berarti atas semangat kemanusiaan yang menjadi modal utama. Tuhan akan mencatat ini sebagai perjuangan yang tidak ternilai harganya, yang akan menjadi penolong dalam kehidupan selanjutnya, sebagaimana yang telah dijanjikan dan tertulis dalam kitab-Nya. Selamat berjuang saudara-saudaraku, sesungguhnya kami selalu bersamamu, hingga kami-pun menjadi tumbal atau korban demi cita-cita ini. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar