Oleh : Ruslan H. Husen
Waktu shalat shubuh telah tiba. Suara azan menggema dari masjid dan surau sekitar rumah tinggalku. Membangunkan setiap insan beriman untuk menunaikan kewajiban sebagai makhluk Tuhan. Yang di dalamnya menjanjikan segala kebaikan dari sisi keduniaan maupun hidup sesudah mati.
Ku-tersungkur sujud kehadirat Ilahi Rabby, merengkuh pilu dengan senandung hati yang cinta dan haru. Larut dalam pelukan Ilahi, melupakan segala dinamika kehidupan, termasuk kantuk dan letih di tubuh. Tidak ada beban dunia menggelora dalam dada, yang ada kerinduan untuk bertemu dengan-Nya. Menjadikan zikir dan doa-ku diiringi dengan air mata yang jatuh tanpa sadar-ku.
"Tuhan. Sesungguhnya aku ini hina, penuh lumpur noda dan dosa yang telah kulakukan selama ini. Tetapi aku tetap memberanikan diri untuk tengadah menghadap kehadirat-Mu." Keluh-ku dalam hati. "Ya. Tuhan-ku Ampunilah dosaku, walaupun aku merasa malu memohonnya, karena besarnya kemaksiatan yang telah kulakukan."
Deraian harap terus tersenandung, melambai menuju Tuhan. Mengharapkan pengampunan sebagai hamba yang penuh kehinaan. Dengan mencoba bangkit dari keterpurukan hidup. Demikianlah, tempat bersandar dan berharap hanya kepada Tuhan pemilik segala-Nya. Sebagai kebutuhan primer didalam diri akan kehadiran-Nya.
* * *
Ku-raih Hp yang tergelat di meja belajar, untuk mengetahui apakah semalam ada yang mencoba menghubungiku atau mempunyai keperluan denganku.
Ternyata betul. Di dalamnya tertulis Sms dari adikku yang berada di kampung halaman. Isi Sms itu memberikan kabar, tentang kelahiran adik kecilku dengan jenis kelamin perempuan.
Ku baca berulang-ulang Sms itu, untuk menyakinkan diriku tentang apa yang sedang ku-baca. Ternyata benar. Sms itu memberikan kabar tentang kelahiran adikku.
Sungguh bahagia terasa hidup-ku ini. Terasa olehku melayang-layang dalam alam kebahagiaan. Hanya ucap syukur dan zikir yang terucap dalam hati dan mulut kepada Ilahi Rabby atas anugerah yang di berikan kepada kami.
Ingin rasanya saat itu, ku melihat adik kecilku. Menggendongnya, memeluknya dan menciumnya dengan rasa cinta kasih. Tetapi adik kecilku itu jauh di kampung halaman. Sementara saya berada di kota untuk tujuan akademik (studi).
Seandainya ada kemampuanku melintasi ruang/ wilayah, jelas saya sudah tidak berada di ruangan ini. Saya telah berada di kampung halaman itu, berkumpul dengan semua keluargaku, dengan di temani adik kecilku.
"Oh. bagahia rasanya jika ku berhasil pulang saat ini." Bisik dalam hatiku.
* * *
Keinginan untuk berkumpul dengan keluarga dan adik kecilku itu harus kutahan, sampai kewajiban akademik yang sedang ku jalani ini selesai. Memang saat ini saya berada di kota untuk keperluan menyelesaikan tugas akhir dari perkuliahan untuk mencapai gelar sarjana.
Sudah berbulan-bulan saya meninggalkan kampung halaman, beserta keluarga di sana. Kabar Ibu-ku hamil saya dapat melalui telp dan Sms dari adikku yang satunya. Memang sangat membantu peran telekomunikasi Hp ini disatu sisi, sementara di sisi lain menguras kantong untuk membeli pulsa dan "mempengaruhi pergaulan" (bahasan ini tanya langsung kepada penulis).
Dilema kebutuhan akan keluarga dan tuntutan akademik hadir dalam diri seorang mahasiswa seperti diriku. Tetapi kedewasaan dan berfikir kedepan harus di utamakan. Olehnya tujuan ke kota adalah akademik dan itu adalah utama, di samping kebutuhan dan tanggung jawab sosial lainnya yang bersifat idealis.
Keadaan paragmatis tidak ada salahnya, asal konsisten. Begitu pula dengan kenyataan seorang idealis, sangat bagus, asal di dalamnya selalu konsisten dan tetap berada di jalur yang lurus. Sebab keduanya tidak ada maksud untuk menghancurkan peradaban dan manusianya.
* * *
Hari meninggalkan pagi menjalang siang. Kabar kelahiran adik kecilku, telah saya beritahukan kepada orang-orang terdekat. Sebab memang, kabar baik dan keberuntungan harus di bahagi dengan orang sekitar, sementara kabar dan nasib ketidak beruntungan cukup di tahan dan tidak di beritahukan kepada orang lain.
Nampak mereka juga merasa senang dan bahagia serta mengusulkan saya segera pulang kampung menemui keluarga dan adik kecil-ku itu. Tetapi lagi-lagi, terbentur dengan tuntutan akademik.
Memang dalam hati, besar keinginan untuk pulang kampung. Sebab kewajiban akademik sudah tidak terlalu penting. Lagi pula akademik itu tujuan pribadi, sementara tujuan sosial lainnya tetap hadir di pundak dan menuntut insan untuk mengemban dan merekayasa peradaban kearah yang lebih baik.
* * *
Siang itu Rika, teman terdekat-ku memberikan hadiah sebuah buku tebal, yang memang buku itu adalah kebutuhan utamaku. Saya cukup senang menerima hadiah itu.
Kebanyakan orang memberi hadiah, dengan barang-barang tertentu, tetapi jarang sekali yang memberikan hadiah buku. Padahal dengan memberikan buku, akan mendorong kepada penerima untuk mengetahui isinya. Maka dengan demikian, ilmunya dapat bertambah.
Sementara si pemberi hadiah akan di beri kepuasaan dengan berani memberi hadiah buku yang lain dari biasa pemberian kebanyakan orang. Hendaknya memang memberikan hadiah, adalah yang bermanfaat besar bagi si penerima dan orang sekitar serta bermanfaat kepada pemberi.
Buku yang telah di berikan tersebut, disatu sisi dalam waktu yang akan datang, dapat juga di pinjam kembali oleh si-pemberi hadiah. Keuntungan hadiah buku, menurutku sangat berguna bukan hanya orang tertentu saja tetapi kebanyakan orang secara umum.
Hadiah pemberian itu, ku coba untuk membacanya, mencermati isinya. Tetapi yang terjadi dalam diriku, sungguh tidak ada yang berhasil tercerna oleh otakku. Sudah ku ulang-ulang bacaan dari buku itu, tetapi tidak juga terpahami olehku.
Memang dalam diriku sekarang ini, terjadi kerinduan berat kepada adik kecil-ku, ingin bertemu segera dengannya. Inilah yang menyebabkan tidak adanya konsentrasi dalam diri. Yang terpikirkan secara terus adalah kelucuan, kehalusan kulit dan tangis dari adik kecil-ku.
"Ternyata saat ini, aku tidak terlalu membutuhkan buku ini, yang ku butuhkan adalah bertemu dengan adik kecil-ku". Kataku dalam hati.
Begitu pula dengan suguhan ayam goreng spesial yang di berikan oleh Iwan, hanya ku pandangi tanpa selera untuk menikmatinya. Padahal waktu kemarin, makanan sejenis itu tidak pernah tersisa dan bertahan lama di depan-ku.
Aku benar-benar tidak membutuhkan segala yang di berikan kepadaku. Yang ku-butuhkan adalah bertemu dengan keluarga dan adik kecil-ku. Itulah kebutuhan sadar yang ada dalam diri, yang menuntut untuk di penuhi.
Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apalagi. Di satu sisi keinginan untuk bertemu dengan adik kecil-ku begitu besar, sehingga membuat tidak adanya konsentrasi dalam setiap kegiatan. Sementara di sisi lain tuntutan akademik selalu membebani dan menuntut untuk di laksanakan dengan mengenyampingkan keluarga.
Aku bingung saat ini, mana yang harus ku-lakukan. Kepada pembaca cerpen ini, saya bertanya, "Apa yang Anda akan lakukan ketika mengalami keadaan seperti yang ku-alami sekarang ini????."
* * *
Suasana Shubuh Di Tinombala
Minggu, 18 Juni 2006
Pkl. 04;20;03
Selasa, 10 Maret 2009
Kelahiran Adik Kecilku
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar